aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Rabu, 13 Juli 2011

Tak Seperti Facebook

Bila hidup ini seperti facebook, asik sekali bukan? Kau bebas menjadi siapa pun yang kau inginkan. Memasang foto yang kau anggap paling mendeskripsikan siapa dirimu sebenarnya, atau sebaliknya, dirimu dalam potret kepura-puraan. Kau bisa memilih siapa saja yang akan memasuki kehidupanmu dan mewarnai tiap inchi langkah nafasmu. Kau dapat mengabaikan permintaan pertemanan, me"remove" mereka yang tak lagi kau inginkan untuk turut mengalun bersama, bahkan memblokir mereka yang kau anggap mengganggu, tak penting atau alasan lainnya.

Kau pun tak harus selalu menjadi dirimu sendiri. Terkadang, hal itu terasa sedikit menghibur, untuk sejenak menjadi seseorang yang berbeda. Kau dapat bersembunyi di balik emoticon-emoticon yang ada. Selalu memberikan senyum dan tawa meski saat itu hatimu sedang dipenuhi karat. Begitupun sebaliknya, kau memberikan tangismu meski saat itu kau sedang tersenyum.

Bila hidup ini seperti facebook, namun sayang sekali, ternyata hidup tak demikian adanya. Kehidupan jauh lebih rumit. Dan yang terpenting, hidup yang sesungguhnya ada di sini, hari ini. Meski seringkali menyajikan potongan-potongan menu yang membuatmu sulit untuk menelannya.

Namun ada satu hal yang membuatku terkadang berharap bahwa hidup ini benar-benar seperti facebook, adalah pilihan untuk mendeaktivasinya. Kau hanya butuh passwordmu. Setelah itu kau dapat pergi dari semua orang yang selama ini menemani perjalanan, menggenggam erat tanganmu ketika kau hampir terjatuh, dan yang meramaikan tawa serta meredakan isakmu. Meski terkesan ada kepiluan di dalamnya, tapi kadang aku merasa lebih mengenal siapa diri ini sebenarnya, di saat jauh dari semua keramaian. Tak perlu lagi mengenal kepura-puraan yang tersembunyi di balik emoticon-emoticon, tak lagi ada kehilangan, tak ada kerinduan, tak ada kepergian juga kepulangan. Cukup dengan menjadi diri sendiri, dalam keheningan dan kediaman (yang kali ini kukatakan, aku mencintai mereka, keheningan dan kediaman itu). Ah ya, bila saja hidup ini seperti facebook. Tapi ternyata tidak.

5 komentar:

  1. Dan yang terpenting, hidup yang sesungguhnya ada di sini, hari ini. Meski seringkali menyajikan potongan-potongan menu yang membuatmu sulit untuk menelannya.

    aku suka bagian itu.

    BalasHapus
  2. Aloooha. . Apa kabar kawan ?
    Semoga baik baik saja ya keadaan mu.

    Memang kehidupan tak seperti di Fb ya, coz menunya sangat beragam. Manisnya kita telan, pahitpun harus tertelan.
    Semoga saja banyak yang baik baik kau dapati dalam keseharian ini. Amiin. .

    Salam.. .

    BalasHapus
  3. di facebook orang kadang menjadi siapa yang bukan dirinya. Namun di dunia nyata kita harus menjadi diri kita sendiri, jika dipaksakan menjadi orang lain maka itu bukanlah diri kita yang sebenarnya. itu bukan jati diri kita

    BalasHapus