aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Kamis, 07 Juli 2011

Hati Nurani

Mungkin saat ini aku sedang berada di suatu perhentian yang antah berantah. Mencoba menguak sesuatu atau sekedar mencari jawaban atas pertanyaan-petanyaan yang gamang. Pada akhirnya aku harus selalu berhadapan dengan remang, abu-abu, tak pasti. Ya, memang tak semua pertanyaan memiliki jawaban yang konkret. Terkadang sebuah pertanyaan pun harus diakhiri dengan pertanyaan yang lain. Demikian seterusnya hingga kita menyadari bahwa tak ada pertanyaan yang benar-benar terselesaikan.

Kebisuan kembali menelanku. Lalu kugelar dialog yang sebetulnya hanya monolog dengan diri sendiri. Bagaimana aku bisa mendapatkan jawaban, sedangkan aku sendiri tak memiliki ketegasan tentang pertanyaan-pertanyaan apa yang sesungguhnya sedang kupelihara. Ah, banyak sekali yang beradu lari di benakku, mereka saling berkeliaran memperebutkan sesuatu yang entah.

Dari sekian banyak kalimat yang singgah lalu mendesirkan pemahaman-pemahamannya, aku berdiam pada sebuah pemaknaan yang sangat indah, bagiku. Dan ini kuperoleh dari seorang kawan yang jauh di Pulau Dewata sana. Kami berbincang singkat di selapis sore yang hampir mengkhatamkan dirinya sebagai senja. Senja yang anggun, digelintirkan oleh semilir rintik kecil-kecil. 


Percakapan di sore itu kubuka dengan sebuah pertanyaan terbesar yang mengendap dalam diriku, "Bagaimana kita mengetahui bahwa apa yang kita lakukan saat ini telah sesuai dengan kehendak-Nya?". Kemudian mengalirlah gugusan alfabet yang membuatku sedikit tercenung lalu tenggelam ke dalamnya. Hanya hati nuranilah yang bisa mengetahui apa yang Tuhan kehendaki terhadap kita. Biarkan kehendakNya bekerja sepenuhnya, seutuhnya. Bila tiba masanya, pasti akan ada jalan untuk sampai pada tingkat itu. Tetap percaya bahwa kasih Tuhan selalu memberi yang terbaik.


Hati nurani. Hanya ia yang tahu bagaimana kebenaran sejati. Setiap hati, mengetahui tentang kebenaran tapi tidak kebenaran sejati. Hati nurani adalah inti dari roh kita. Ia adalah dzat langsung dari Tuhan. Banyak hal yang tak mampu dijangkau oleh otak, tapi hati nurani mampu menelusurinya. Namun terkadang banyak hal terjadi tak sesuai dengan keinginan kita, bahkan sangat bertolak belakang dari apa yang ingin kita raih. Tapi Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Disinilah kita perlu untuk membuka hati. Jangan lagi penuhi ia dengan keegoan dan keakuan diri kita. Ego yang kuat akan melemahkan hati. Hanya akan memperjauh keluasan jarak antara kita dengan-Nya. 


Kawanku melanjutkan, kita di sini hanya sementara saja. Tubuh ini bukanlah identitas kita yang sebenarnya. Banyak kesalahan yang terjadi, lalui saja. Kita hanya manusia biasa yang banyak salah. Di sinilah kita berproses dalam hidup ini. Setiap orang berproses sesuai takaran yang sudah tentu diperhitungkan oleh Tuhan. Di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan. Seperti percakapan sore ini, adalah alur yang telah dirancang oleh sebuah kesempurnaan Maha Besar. Belajarlah untuk selalu tersenyum dengan hati. Meski saat ini kau merasa lemah, sadari bahwa Tuhan selalu mengasihi kita dengan caraNya. 


"Bahkan ketika kita berada dalam sebuah kesalahan besar, Tuhan masih memberikan kasihNya kah?" tanyaku. "Tentu", jawabnya. Adakalanya kita belajar sesuatu dengan berbuat kesalahan terlebih dahulu. Karena kita adalah makhluk yang tidak sempurna. Lewat hati nurani lah kita bisa menyadarinya. Bisa menyadari seberapa besar Tuhan mengasihi kita dan seberapa besar kita mengasihiNya. Dengan membaca belum berarti kita tahu. Tahu belum berarti kita sadar. Hanya dengan sadarlah kita bisa memahami semuanya dengan sedalam-dalamnya.


Betapa hebatnya hati nurani. Sesuatu yang tak kasat mata, namun disanalah semua berlabuh. Dan pada akhirnya nanti aku akan mengetahui bahwa setiap jawaban dari segala pertanyaan, tersimpan rapi dalam hati nurani. Bahkan aku tak perlu mencarinya hingga ke suatu tempat terdalam atau tertinggi sekalipun. Cukup dengan menyelami diri sendiri, sebab Tuhan ada disini.

Cipayung, setelah percakapan kecil sore tadi dengan seorang kawan di Pulau Dewata.

2 komentar:

  1. namun masihkah untuk jaman sekarang..hati nurani.. bisa berbicara.. "kurindu belaian sayangmu, kurindu belaian kasihmu,oh nurani" (Nurani by Netral)

    BalasHapus
  2. @Fajar : Mungkin ya...mungkin tidak...

    BalasHapus