aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Kamis, 10 Juni 2010

Hidup Itu

ketika aku berlutut untuk mengumpulkan jejak kekecewaan dan seonggok luka

aku tersadar
bahwa hidup itu tak mudah

terlalu banyak penantian sia-sia
juga raut yang menyiratkan kesenduan

betapa pun banyaknya batu, angin, jurang, panas
yang membuatku bersembunyi

biar aku tak bertemu lagi dengan denyut kehidupan
aku menyadari

bahwa hidup memang tak mudah
dan aku adalah pion yang menjalaninya

bahwa aku
harus menempuh semua itu.

Bogor, 2003

Ditulis saat aku berusaha bangkit dari keterpurukan karena Myasthenia Gravis .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar