aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Kamis, 14 Januari 2010

Pengakuan

Letih dengan semuanya, terutama dengan MG ku ( Myasthenia Gravis ). Bukannya mau mengeluh, tapi aku hanya mengakui setidaknya pada diri sendiri bahwa aku bukanlah orang yang tegar. Selama ini aku hanya mencoba untuk selalu tegar dengan kondisi seperti ini. Dan setelah bertahun-tahun, aku siap untuk mengatakan, " aku capek ".

Teringat dengan sms dari Epi, " Kadang aku mikir, ucapan syukur aku tuh bener-bener murni ga ya? Karena aku pikir bohong banget kalau MG itu anugerah aja. Pasti kita ada sebelnya. Cuma kita belajar nrimo, iya kan. Makanya kita jadi begini." " Selama ini aku ngerasa aku bohong sama diri sendiri. Aku bilang aku kuat tapi pada kenyataannya aku ga nyaman dengan MG. Aku cuma berusaha nyaman."

Ya, 12 tahun lebih aku berusaha membohongi diri sendiri. Aku bohong, mengatakan kalau aku asik-asik aja dengan MG ini. Berharap kebohongan ini akhirnya membuatku percaya bahwa aku benar-benar tidak mempermasalahkan keterbatasan ini.

Beberapa hari yang cukup melelahkan karena bertarung dengan batin sendiri. Tapi aku juga ga mau larut dengan " konflik batin " ini. Berusaha menghindar dengan berbaur bersama keluarga dan teman-teman walaupun hanya lewat dunia maya, kembali membuka aplikai mig33 di handphone yang sudah lama tidak dibuka, masuk lagi ke dalam room-room islam, sempat iseng dengan salah satu teman ( maaf ya ^_^ ) dan menuliskan semua yang aku rasakan di blog walaupun pada akhirnya tidak jadi diposting..:D

Sepertinya Tuhan menuntunku untuk menemukan jawaban dari kelelahanku, sampai akhirnya saat aku membuka akun facebook dan membaca status Bunda Rita, " Beristirahatlah pada apapun yang terjadi " Bunda menambahkan, " Setelah letih berkelana sudah waktunya kita istirahat ". Saat itu aku merasa bahwa selama ini aku terlalu " ngoyo " untuk berusaha menjadi orang yang kuat. Aku terlalu keras pada diri sendiri. Sampai-sampai tidak mengijinkan diri ini untuk beristirahat barang sejenak. Terus aku mencoba untuk tidak menangisi semua yang terjadi. Aku bukan orang yang cengeng. Takkan kubiarkan air mata jatuh untuk sebuah realita yang memang sudah terjadi. Karena Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan? Jadi apapun kenyataannya, sudah pasti itu adalah yang terbaik untuk kita.

Status facebook temanku yang lain kembali memberiku jawaban. " Bila pendakian telah mencapai puncak, yakinlah kita bahwa jalan menurun akan berawal. Dengan bismillah...lanjutkan terus ". Ya, begitu pula ketika kita berada titik terendah, akan ada jalan menanjak yang harus kita lalui dan kalau bisa melewatinya, maka kita akan kembali lagi ke puncak.

Saatnya beristirahat dari segala kepenatan. Dan tak ada salahnya untuk menyelipkan sebuah tangisan di dalamnya. Menangislah kalau itu bisa membuatmu lega. Bahkan langit yang benderang pun ada kalanya tertutup awan kelabu. Juga bukan suatu kelemahan ketika kita mengakui bahwa diri ini sebenarnya lemah. Bukan begitu?

Dan kusenandungkan sebuah lagu milik Padi ( Mimi mengingatkanku pada lagu ini ) : ....bukankah hidup ada perhentian, tak harus kencang terus berlari, kuhela kan nafas panjang, tuk siap berlari kembali...berlari kembali....melangkahkan kaki....

:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar