aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Kamis, 28 Juli 2011

Sebuah Keputusan

There's no something special. Hari ini ga jauh beda dengan hari-hari kemarin. Simpel, sangat simpel. Aku bangun pagi hari, melakukan aktivitas-aktivitas ringan seharian, hingga malam kembali dan aku mengakrabinya lagi.

Segalanya berawal dari pagi. Gunawan Muhammad pernah berkata, pada pagi Tuhan membatik kain semesta. Membiarkan daun-daun muncul, burung datang, dan baris-baris menjalani nasibnya. Dan hari ini, dimanakah ujung nasibku? :).

Pagi tadi aku teringat beberapa hari sebelum ini, dimana aku terbangun di sebuah malam dengan rasa haus yang sangat. Namun aku sama sekali tidak bisa bangun dari tempat tidur. Akhirnya mama mengambilkanku segelas air putih dan membantuku untuk duduk. Segera saja pikiranku meloncat ke belakang, saat dulu aku masih sering mengalami kondisi seperti itu. Biarlah, mungkin memang saatnya aku harus mengulanginya. Semoga hanya untuk sejenak, karena aku pasti akan fit kembali :).

Abang sudah berangkat kerja sejak pagi masih sedikit mengantuk. Mama pun akan berangkat menjalankan aktivitasnya, setelah membantuku untuk nge-print selembar surat kuasa. Kuyakinkan mama bahwa aku bisa pergi sendiri ke kantor pos dekat rumah, untuk mengirimkan surat kuasa tersebut kepada seorang sahabatku di kawasan Jakarta Selatan. Setelah mama pergi, aku pun bersiap. Dasar keras kepala, yang tadinya keukeuh untuk pergi sendiri, merasa yakin, ternyata sedikit keok juga di jalan :D. Tancap terus, toh aku pernah mengalami yang jauh lebih buruk daripada ini :). 

Menjelang siang, aku menerima sms dari sahabat karibku yang jauh di seberang pulau sana. Pasti dia kangen sama aku...*Hihi...ngarang abis*. Hanya obrolan ringan seperti biasanya. Sms terus berlanjut sepanjang siang hingga sore. Dari obrolan ringan sampai pada akhirnya kami berbicara tentang sebuah keputusan. Atau pilihan hidup lebih tepatnya. Kami sudah memutuskan sesuatu, yang mungkin bagi kebanyakan orang "normal" di luar sana, pilihan itu tak mampu mereka terima. Jalan yang kami tempuh berbeda, sejak sesuatu datang tiba-tiba dalam hidup kami. Jalan itu tak lagi sama. Pun semuanya turut berubah. Kami tak peduli bagaimana pendapat orang lain, karena mereka tak pernah menjalani apa yang telah kami jalani, itu saja kuncinya. 

Kami hanya melakukan apa yang membuat kami nyaman. Mereka selalu berbicara tentang idealisme. Yeah, idealisme yang memang berlaku bagi mereka, tapi tidak bagi kami. Justru inilah idealisme menurut kami. Inilah realita yang ada di dunia kami. Jalan kita berbeda, begitu pula dengan apapun yang kita hadapi, tentu tak sama. 

So, kami akan berjalan di sisi ini, dimana keputusan itu sudah kami genggam. Kami genggam erat dengan hati, lalu mengirimkannya diam-diam dalam doa yang tak pernah henti. Kelak kami berharap akan berbuah manis. Meski saat itu kami adalah sebuah sosok yang tak lagi mampu berdiri tegak di atas kaki kami sendiri.

3 komentar:

  1. Ambilah apapun keputusanmu, karena kita hanyalah sebuah penyampai, pengingat juga temenin dirimu saja.

    Ambilah keputusanmu, bila itu dapat legakan perasaan dan fikirmu, dan ....

    Ambilah keputusanmu, berdasar pada norma Allah dan Rasulnya.

    BalasHapus
  2. @Mas Satrio : Lagi-lagi aku cuma bisa menyampaikan terima kasih mas...makasiiii bangeeetttt.. :)

    BalasHapus