aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Senin, 13 Juni 2011

Rinai dan Malamnya

Dikepulkannya kembali asap rokok di tengah malam. Hanya ia, sunyi, riuh di kepala dan suara putaran kipas angin di langit-langit. Hatinya seperti lubang-lubang yang dicipta belalang pada dedaunan. Kepalanya seperti labirin yang tak berujung, berkali-kali membuat tersesat, tanpa mampu ditafsirkannya, pun hanya satu aksara. Perlahan dicobanya menggumpal mata dengan nada gerimis yang tergelincir entah di putaran jarum jam keberapa. 


Senja sudah lama tamat. Namun merahnya masih ada lamat-lamat. 


Rinai berjingkat hanya untuk memastikan bahwa hari sudah benar-benar renta. Abu rokok pupus. Asapnya masih berkeliaran hendak menjangkau apa-apa yang tak mampu diraihnya. Lelah mulai dirasa. Ia tahu tak lama lagi pagi akan menetas. Namun sama sekali matanya belum terpejam. 


Aku melihat ada yang hilang dalam dirinya. Sesuatu yang sulit aku jangkau. Sebab untuk melihatnya lebih pasti, aku harus masuk terlebih dalam ke hatinya. Hatinya penuh lubang. Setiap lubang memerangkapkanku pada duri-duri yang meski tak melukai, tapi membuatku merasa perih. Ah ya, perih. Mungkin itu yang tengah ia pelihara. Yang tak lagi aku tahu, kemana kelak ia akan menggembalakan segala anak-anak perih itu?

2 komentar:

  1. wih ko pas banget ama malam2 ku sekarng ini.

    BalasHapus
  2. @Baha Andes : Semoga segera bisa melewati malam-malam seperti ini ya :)

    BalasHapus