aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Jumat, 10 Juni 2011

Perempuan yang Disemilirkan Angin

Sapardi pernah berkata, tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Mungkin ia belum pernah bertemu denganmu, perempuan yang selalu menabahkan diri meski pada sore yang terlukai senja. Itu sebabnya semesta memerah. Lukamu terlalu ranum untuk dituai langit. Maka jadilah hujan yang jauh lebih tabah dari hujan bulan Juni, yang merahasiakan rintik rindunya pada pohon berbunga. Jadilah lebih bijak dari hujan bulan Juni, menghapus jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalanan. Jadilah lebih arif dari hujan bulan Juni, membiarkan yang tak terucapkan, diserap akar pohon bunga itu. Karena kamu adalah perempuan yang disemilirkan angin, selalu bisa tertawa meski sunyi kerap menjadi kawan karibmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar