aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Selasa, 07 Juni 2011

Goresan Sahabat "Maya" ku di Sudut Sebuah Pagi

Menjelang tengah malam, aku "mention" namanya di twitter, berharap ia membaca postingan terakhir yang baru saja ku "publish". Entah apa yang membuatku selalu teringat padanya, mungkin karena ia selalu menyediakan hatinya untuk menghapus segala getir yang ada padaku. Dan aku menangkap hatinya itu, meski jarak yang berkilometer menganga lebar di hadapan.

Suatu kali aku merindukannya. Apa yang menyebabkan itu, bahkan pertemuan saja belum pernah mengunjungi kami. Perlahan kuketik beberapa huruf di telepon genggam, menanyakan kabarnya. Ia membalas, ternyata sejak semalam ia pun ingin menanyakan kabarku. Aaaaah, kali ini aku benar-benar merindukannya.

Paginya,  aku dibangunkan oleh dering sms. Ternyata sms itu adalah respon "mention" ku semalam. Sebenarnya sudah cukup siang bila itu disebut "pagi". Hmmmm....katakan saja aku terbangun di pagi yang kesiangan, tak apa kan? :). Sebab semalaman aku berkawan kata di pekatnya semesta. Mengheningkan diri dan menerjunkan percakapan-percakapan dalam kalimat-kalimat, membentuk gugusan alfabet yang menyuarakan diamku.. Lantas aku langsung bangkit dan menyalakan komputer.


Sahabat "maya" ku, menuliskan sesuatu. Ia terbangun di sudut sebuah pagi yang masih pekat dan prematur. Ayam-ayam pun masih rabun untuk menyatakan bahwa ini adalah pagi. (Aku pun mengiyakan, sebab kulihat jam yang tercatat pada tulisannya menunjukkan bahwa itu masih terlalu dini untuk disebut sebagai pagi).

Ia mendapatiku terduduk lunglai di suatu sudut pula. Ia coba memicingkan mata demi melihatku, melihat hatiku dan menciumnya dengan hormat. Ia tak dapat memejamkan matanya kembali. Pikirannya melayang padaku. Terus dan terus. Apalagi setelah ia melihat gerimis turun perlahan dan lembut. Ia semakin salah tingkah dan memutuskan untuk mengambil pena.


Tulisnya : "Inilah pena hatiku untukmu, yang kemudian aku sebut sebagai cinta...."
Satu per satu deretan huruf itu kubaca, dan aku tahu ia benar-benar menuliskannya untukku dan agar aku tak lagi terduduk lunglai di sebuah sudut. Kakak....*biasa aku memanggilnya*....Terlalu berat bahkan sekedar mengirimkan sms balasan padamu. Hanya dua kata, berasal dari hati paling palung, terima kasih. Aku masih ingin bermain dengan aku dan diriku sendiri. Maka maafkan adikmu yang seolah tidak merespon balik apa yang telah kau lakukan.

(Inilah salah satu keburukanku. Bertindak seolah tidak merespon apa-apa pada siapa-siapa. Tapi jauh dalam diriku, aku menyimpan semuanya dan melahirkannya sebagai doa-doa panjang dan pendek untuk semua yang berbaik hati, serta berburuk hati padaku. Dan terkadang aku mengutuk diri yang terlalu 'bisu" untuk sekedar mengatakan sesuatu, terlebih lagi pada orang-orang yang berhilir mudik dalam hidupku).

3 komentar:

  1. Haaaaiii Nita ....
    Terpaku disini, tulisan yang indah, makna dalam tersurat disana.

    Miss u sayang ....

    BalasHapus
  2. Saya maksud Nilla ... saking semangatnya mpe salah ketik ...:)

    BalasHapus
  3. @Mpey : Haaaaaiii Mpey...*ga pake salah ketik* :D

    Lama aku ga berkunjung ke tempatmu. Miss you miss you :)

    BalasHapus