aku mencintai jingga

saat semesta dinaungi semburat yang mempesona

jingga, semesta menjingga

ketika lamat-lamat suara adzan menghitung detak jantung,

mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari

wahai senja..

terimalah aku sebagai kabut

setia menantimu menyambut malam

menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam

meruntuhkan segala penat dan kesenduan

bersujud hanya untuk satu nama teragung

dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,

aku ingin pulang di kala senja

kembali pada kisahku yang terukir di langit

hening dan abadi.

Minggu, 20 Juni 2010

RKBH, Sejarah di Tengah Keramaian Pasar

Rumah Kelahiran Bung Hatta atau biasa disingkat dengan RKBH, berlokasi di Jalan Sukarno Hatta Nomor 37, Bukittinggi. Salah satu tempat yang paling ingin kukunjungi jika kelak aku ke Bukittinggi. Jadi, ketika Maret lalu aku berlibur di Bukittinggi, kusempatkan untuk mampir. 

Dari Lobang Jepang, aku berdua dengan mama menuju Jam Gadang. Setelah menikmati suasananya sebentar, kami mulai mencari-cari informasi keberadaan RKBH. Beberapa orang yang kami temui tidak ada yang mengetahui letaknya. Aku sempat bertanya dengan beberapa orang pelajar sekolah menengah yang melintas, dan jawaban mereka membuatku sedikit heran. Mereka tidak tahu. Sebagian dari mereka malah memberitahuku lokasi Istana Bung Hatta yang tak terlalu jauh dari komplek Jam Gadang. Duh, masa iya sih ada anak muda Bukittinggi yang ga tau RKBH, ckckck.......

Kuputuskan untuk bertanya kepada seorang kusir Bendi ( sebutan untuk delman ). Di depan Jam Gadang banyak Bendi bertebaran. Akhirnya kami diantarkan menuju RKBH. Alhamdulillah ada juga yang tahu. Jadilah hari itu aku dan mama naik bendi ke RKBH. Udah lama euy ga naik Bendi. Dulu waktu masih kecil dan aku masih tinggal di Padang, mama sering mengajakku naik Bendi, biasanya di Pantai Padang.

Parkir khusus Bendi ( ???? )

Sejuk. Segar sekali udara di kota ini. Ternyata RKBH tak terlalu jauh dari Jam Gadang, dekat dengan Pasar Bawah. Ga nyangka juga sih ternyata rumahnya terletak di tepi jalan raya dan di tengah keramaian Pasar Bawah. Bendi berhenti persis di depan RKBH. Tak sabar rasanya untuk segera menginjakkan kaki di dalamnya. 


Tampak depan

Ada beberapa orang petugas yang menyambut kedatangan kami di teras rumah. Memberikan senyum hangat mereka dan mengucapkan selamat datang. Berbincang sebentar dengan mereka sebelum mulai menyusuri jejak-jejak masa lalu di RKBH. Hmmm...mereka semua ramah....

Menurut penjelasan salah seorang dari mereka ( sayang sekali aku lupa namanya ), rumah ini lama tidak difungsikan dan pernah rusak sebelum akhirnya direnovasi pada tahun 1995. Keaslian bentuk dari rumah  berlantai dua ini masih tetap dijaga, lantainya terbuat dari kayu, dinding terbuat dari anyaman bambu dan beratap seng. Satu hal yang membuatku merasa sangat nyaman berada di sana adalah suasana rumah yang  sejuk.

Ruangan yang pertama kujelajahi  adalah ruang baca Bung Hatta yang terletak di bagian paling depan, kemudian ruang tamu, kamar Mamak Idris dan kamar Mamak Saleh yang letaknya berseberangan. Dinding-dinding ruang tamu ditempeli dengan berbagai foto dan dokumen salah satunya adalah teks proklamasi, silsilah keturunan keluarga Bung Hatta, bibliografi dan lukisan diri Bung Hatta. Yang menarik, seluruh perabotan yang ada di dalam ruangan ini masih asli, termasuk lampu gantung dan jam dinding yang  setelah kuperhatikan, ternyata sudah tidak berdetak lagi.

 
 Lemari yang berisikan buku-buku koleksi Bung Hatta

Ruang tamu beserta perabotannya

Hal lain yang menyita perhatianku adalah sebuah sumur tua yang terletak di dalam kamar Mamak Idris. Sumur ini diberi nama "Sumur Lama". Ternyata dulunya sumur ini berada di luar rumah. Pada saat renovasi di tahun 1995, sumur ini dipindahkan ke lokasinya sekarang. Pantas saja, tadinya aku heran kenapa ada sumur di dalam kamar. 

Melangkah ke belakang, keluar dari ruang tamu, pandanganku tertuju pada sebuah kamar yang di atasnya bertuliskan "Kamar Bujang". Ini adalah kamar Bung Hatta saat beliau beranjak dewasa. Langsung saja aku masuk kesana. Di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur, meja, kursi, lemari dan sebuah sepeda tua. Bagian yang masih asli dari sepeda ini hanya kerangkanya saja , sedangkan bagian lainnya sudah diganti. 

Kerangka sepedanya masih asli buatan tahun 1908

Masih di lantai satu, di sebelah kamar Bung Hatta terdapat 2 buah lumbung padi. Lalu ada dapur, kamar mandi, ruang makan ( letaknya di dekat tangga menuju lantai dua ), tempat penyimpanan kereta kuda, dan istal kuda. Aku pernah menonton sebuah acara di televisi yang menayangkan kereta kuda yang dulu dipergunakan untuk mengantar Bung Hatta ke sekolah. Wow, kereta kuda itu ada di hadapanku...( norak mode on ). Ga tau juga kenapa, kereta kuda itu adalah yang paling ingin kulihat di rumah ini...

Ini dia kereta kuda yang mengantar Bung Hatta dulu ke sekolah...( eh, ada kudanya juga ya...yang berkerudung putih..hehe )

Naik ke lantai dua, ada ruang pertemuan keluarga, kamar kakek Bung Hatta ( kamar Pak Gaek ), dan kamar lahir Bung Hatta. Bagian dindingnya masih banyak ditempeli dengan foto dan lukisan diri Bung Hatta. Kamar lahir Bung Hatta adalah kamar terakhir yang kumasuki. Tak jauh berbeda dengan kamar-kamar lainnya, perabotan dan bentuknya hampir sama. Hanya pemilik kamarnya saja yang berbeda-beda. Ada dua beranda di lantai dua ini. Beranda depan yang menghadap ke jalan raya dan beranda belakang yang dari sini terlihat dua lumbung padi di lantai satu tadi. Beristirahat sejenak di beranda setelah lumayan berjuang untuk naik tangga. Sedikit kebingungan bagaimana caranya turun karena sedikit sulit bagiku dengan bentuk tangganya. Huft...akhirnya dapet juga caranya...

Tempat tidur di kamar lahir Bung Hatta

Melangkah turun dengan berbagai pikiran memenuhi kepala. Di kamar terakhir tadi, 12 Agustus 1908, lahir seorang anak yang di rumah itu biasa dipanggil dengan sebutan "Atta". Kamar itu adalah saksi sejarah keluarga Mohammad Djamil yang menyambut kelahiran seorang anak yang kelak menjadi proklamator Indonesia, Mohammad Hatta.


Sebelum mengakhiri kunjungan, aku dipersilahkan untuk mengisi buku tamu dan menuliskan kesan dan pesan di buku tersebut. Berbincang sebentar dengan petugasnya, lalu pamit pulang untuk meneruskan menelusuri kota Bukittinggi. Pengalaman yang menyenangkan. Aku berharap suatu saat nanti akan kembali ke sana, kembali merasakan sejuknya di dalam rumah itu...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar