kotaku,
sungguh
terhampar senyum yang dalam di pematang sawah
desir angin yang memercik di antara beningnya air sungai,
tak mampu membuat lidahku berkata-kata
jauh di pasir pantai, Malin Kundang masih sesali garis hidupnya
dan Muara, tetaplah menjadi pelabuhan terakhir bagi tetes-tetes air di pegunungan
Itu bertahun lalu, ketika aku masih bisa berkelakar dengan deru pucuk-pucuk padi
atau melayang dalam cerita kanak-kanak tentang sebuah persahabatan abadi dan pengorbanan
kini, tersiar di surat kabar atau televisi
kotaku, sungguh
kotaku asing.
atas nama apakah ini? tuntutan zaman?
bila kebanggaanku telah menjelma mimpi buruk dan ketakutan
cinta yang dijajakan di pinggir jalan,
atau botol-botol bir berkeliaran di sudut kota
apakah pasir-pasir pantai dan gemercik air sungai yang telah mengambil sebagian kenanganku,
masih mampu membuat lidahku tak dapat berkata-kata?
atau dapatkah aku kembali berceritatentang persahabatan abadi dan pengorbanan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar