tag:blogger.com,1999:blog-53605953034499217352024-03-22T03:08:21.673+07:00Aku Ingin Pulang Di Kala SenjaSenja....dunno why....i love it....
dan aku ingin pulang di kala senja, ketika matahari merendah pada sang malam...Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.comBlogger130125tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-14310608032797628272013-11-28T13:04:00.001+07:002013-11-28T13:04:49.727+07:00Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-19908536567921968712012-04-03T12:01:00.000+07:002012-04-03T12:01:03.375+07:00Kematian<div style="color: #274e13; text-align: center;"><span style="font-size: x-large;">Kematian hanya sebuah perlintasan menuju hidup yang sesungguhnya. </span><br />
<br />
</div><div style="color: #274e13; text-align: center;"><span style="font-size: x-large;">Bukan sekumpulan riuh duka yang mengalir jatuh sebagai air mata.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-large;">Meski tak dipungkiri, selalu ada air mata di sana. </span></div><div style="color: #274e13; text-align: center;"><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjepgrZrZHHy5F2nElg-oS7sfkO1CL1-Pgvne5Ju4Zz9L4PmyB7LjObGzvXMp0rqEdm_K5BCLRo60EvGoQTJFhIC2IOBVL1qJM0CYtJfvJHL7p3dGAYU9R2La43gp_PDOBSUz6SVEu_c5Rx/s1600/ME.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjepgrZrZHHy5F2nElg-oS7sfkO1CL1-Pgvne5Ju4Zz9L4PmyB7LjObGzvXMp0rqEdm_K5BCLRo60EvGoQTJFhIC2IOBVL1qJM0CYtJfvJHL7p3dGAYU9R2La43gp_PDOBSUz6SVEu_c5Rx/s320/ME.jpg" width="320" /></a></div><br />
</div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-55184925085959324552012-04-01T10:58:00.000+07:002012-04-01T10:58:27.279+07:00Nama Saya Cut Sutina, Seorang Putri Aceh, dan Saya Adalah MGers<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Ini adalah sekelumit kisah dari seorang sahabat yang belum pernah kujumpai secara langsung. Kak Cut, begitu aku biasa menyapanya. Sahabat sesama penyandang Myasthenia Gravis yang berada di Nangroe Aceh Darusalam. Ia mengirimkan ceritanya melalui sms. Entah berapa sms yang masuk ke telepon genggamku untuk menceritakan kisahnya ini. Aku tahu ia letih, tapi ia mengaku senang dengan itu karena ia merasa telah berbagi denganku. Aku pun tak kalah senang. Kutulis kembali sedikit perjalanannya itu dengan bahasaku di sini. Aku ingin berbagi kisah tentang seorang wanita di sebuah sudut kota Lhoksukon, yang menjalani sisa hidupnya dengan MG. Namun demikian, ia masih mampu untuk bertahan dalam keterbatasannya itu. Hidup dalam kesederhanaan yang tentu saja tak mudah baginya, bagiku, dan bagi MGers lainnya. Semoga kita dapat mengambil pembelajaran dari tuturnya. Selamat menyimak.</span> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;">*****</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Nama saya Cut Sutina, lahir dan besar di salah satu sudut kota Lhoksukon, Nangroe Aceh Darusalam. Saya tumbuh normal layaknya anak-anak sebaya saya, ketika itu menginjak usia 12 tahun. Walaupun saya berasal dari keluarga kurang mampu, saya tetap dapat menikmati kehidupan waktu itu. Saya menjalani semua dengan cara saya, dan menemukan kebahagiaan saya sendiri. Hingga segalanya mulai berubah ketika saya lulus sekolah dasar. Teman-teman melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan saya tidak. Rasa kecewa menyergap, tapi ada daya, saya harus memahami kondisi keuangan orang tua yang tak mampu membiayai sekolah.</span> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Di tengah kekecewaan tersebut, salah seorang kerabat mengajak saya untuk tinggal bersamanya di Banda Aceh. Di sana, saya ikut membantu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga semampunya. Namun setelah dua tahun, saya merasakan ada keganjilan dalam tubuh ini. Badan, tangan dan kedua kaki saya melemah. Selain itu, penglihatan saya menjadi ganda. Keluarga tempat saya tinggal membawa saya ke dokter. Tak ada hasil apapun. Meskipun keluarga tersebut membawa saya dari satu dokter ke dokter lainnya, hasilnya nihil.</span> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;">Saya merasakan kesedihan yang mendalam. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke kampung di Lhoksukon. Setiba di kampung, kondisi saya melemah. Karena keterbatasan biaya, orang tua membawa saya ke pengobatan kampung saja. Maka dimulailah sekelumit perjalanan itu. Tiap malam, gelap dan tanpa lampu, terkadang hujan dan jalanan becek, saya dinaikkan ke sepeda bapak. Lalu bapak akan mendorong sepeda itu, sedangkan ibu memegangi tubuh saya. Sebab saat itu, untuk duduk pun saya tak bertenaga. Kami melakukan itu dengan harapan membawa kesembuhan. Akhirnya uang habis, sementara keadaan saya tak mengalami perubahan apa pun. Namun orang tua tak putus asa. Tiap kali mereka memiliki sedikit uang, saya kembali dibawa berobat.</span></span> </div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br />
</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdngyTLvYI4yi6aSALuGfOKkG_B2h_Lzkgqa96dVbnSnpvgulB2pvqcgPRxrdSBbX6zxvtM82yC7mTVc21Rm-mz3yS_13xA5eEwxURsgt4V7MFwoFfEJRgsXjmce4ilvv-vGi74IuYDoOk/s1600/1313686141581364969_150x150.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdngyTLvYI4yi6aSALuGfOKkG_B2h_Lzkgqa96dVbnSnpvgulB2pvqcgPRxrdSBbX6zxvtM82yC7mTVc21Rm-mz3yS_13xA5eEwxURsgt4V7MFwoFfEJRgsXjmce4ilvv-vGi74IuYDoOk/s1600/1313686141581364969_150x150.jpg" /></a></div><div style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Saya melalui hari-hari penuh ejekan dan caci maki. Orang-orang mengatakan hal yang menyakitkan. Hati saya menangis. Mereka tidak mengerti betapa sulitnya hidup seperti ini. Tak ada yang menginginkan sakit, begitu pula dengan saya.</span> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Suatu hari ibu angkat saya yang di Banda Aceh kembali membawa saya berobat ke seorang dokter saraf di Lhokseumawe. Dari dokter inilah akhirnya diketahui bahwa saya menderita Myasthenia Gravis. Ya, saya seorang MGers, sebutan bagi penderita Myasthenia Gravis (MG). Dan kemungkinan besar, sebutan ini akan saya sandang seumur hidup, karena secara medis belum ditemukan obat untuk menyembuhkan MG.</span> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Karena keterbatasan fisik, saya menghabiskan hari-hari di rumah saja. Sebab itulah saya tak memiliki teman. Hingga suatu hari, dokter yang memeriksa saya membawa saya ke rumahnya dan dikenalkan pada anaknya. Saya dibuatkan akun di jejaring sosial facebook. Dari sinilah ia mengenalkan saya dengan orang-orang di belahan tempat di luar sana. Dari sini juga saya menemukan komunitas MGers, orang-orang yang sama-sama menderita Myasthenia Gravis seperti saya.</span> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="color: #274e13;">Saya belajar banyak dari MGers. Meskipun hati saya sakit, tapi saya harus selalu memiliki semangat hidup. Karena bukan hanya saya sendiri yang mengalami hal ini. Walau keinginan hidup normal seperti orang lain masih terselip di hati, tapi saya bersyukur untuk semuanya. Karena di suatu tempat entah dimana, pasti ada yang berjuang jauh lebih berat dibandingkan dengan perjuangan saya. Apalagi sekarang saya mempunyai orang-orang yang baik hati dan mengerti akan diri saya. Meski mereka berada jauh dari tempat saya. Namun saya sangat senang dan berusaha untuk selalu bersemangat menjalani hari-hari.</span></span> </div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-6469785780513371702012-03-28T13:29:00.000+07:002012-03-28T13:29:06.994+07:00Blue Idiosyncrasy<div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Idiosyncrasy, ga sengaja menemukan kata itu pada twit salah seorang yang aku follow di twitter. Mendadak inget " <a href="http://blueidiosyncrasy.blogspot.com/" target="”blank”">Blue Idiosyncrasy</a> ", yaitu blog milikku dan dua sahabatku, Epi dan Mimi. Idiosyncrasy sendiri berarti keunikan, keistimewaan, karakteristik atau sifat unik (kadang aneh) dari seseorang.</span> <span style="color: #274e13;">Misalnya gini, ada seseorang yang punya kebiasaan makan nasi pake buah melon (emang ada ya?? hihi...itu kan misalnya), atau ada seseorang yang suka makan bakso dengan ditaburi keju, atau kebiasaan lainnya (dan ga harus berhubungan dengan makanan juga). Itu adalah Idiosyncrasy orang tersebut.</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Sedangkan kata "Blue", kami tambahkan karena sebuah alasan tertentu :D. </span><br />
<br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Lupa alamat blog itu, akhirnya googling aja. Ketemu!! Baca-baca ulang, menyadari bahwa ternyata sudah lebih dari setahun blog itu ga pernah update lagi. Cuma Epi ( <a href="http://www.akulahsiluet.blogspot.com/" target="”blank”">Siluet Indah Itu Bernama Cinta </a> ) yang pernah posting 2 kali, aku dan Mimi malah ga pernah posting sama sekali..hihi. </span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Saking ga pernah dibuka lagi, aku lupa dengan passwordnya. Great, ga bisa dibuka >.<. Jadilah cuma baca beberapa tulisan yang ada di situ sambil mengingat-ingat kembali apa yang pernah terjadi dalam persahabatan kami. Persahabatan tiga orang, di tiga kota berbeda, namun satu dalam hati dan latar belakang kehidupannya. Aku tersenyum, senyum yang ditaburi kerinduan untuk saling bertemu kembali.</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><div style="font-family: inherit;"><span style="color: #274e13;">Epi biasa dipanggil dengan "Meme", Mimi dengan panggilan "Nonik" dan aku sendiri dipanggil dengan sebutan "Uni". Sampai saat ini persahabatan itu masih terus berlanjut. Kangen pengen ketemuan lagi. Tapi kami ga pernah ketemuan sekaligus bertiga. Kalau ketemuan, aku cuma ketemu salah satu diantara meme dan nonik aja *ngayal...kapan ya bisa ngumpul bertiga sekaligus..hmmm*. Bahkan meme dan nonik, mereka belum pernah saling bertemu.</span></div><div style="font-family: inherit;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><span style="color: #274e13;"><span style="font-family: inherit;">Mereka lagi apa ya sekarang? Miss all of you....*sambil membaca ulang </span><a href="http://www.blogger.com/%3Ca%20href=%22http://blueidiosyncrasy.blogspot.com/%22target=%E2%80%9Dblank%E2%80%9D%3EBlue%20Idiosyncrasy%20%3C/a%3E" style="font-family: inherit;"></a><a href="http://blueidiosyncrasy.blogspot.com/" target="”blank”">Blue Idiosyncrasy </a><span style="font-family: inherit;"> .... :)</span></span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-91387211297229570122012-03-23T15:22:00.000+07:002012-03-23T15:22:49.154+07:00Di Sebuah Jalan<h6 class="uiStreamMessage" data-ft="{"type":1}" style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span class="messageBody" data-ft="{"type":3}"><span style="color: #274e13;">Ada yang tiba-tiba mengintip dari ingatannya, ketika menyusuri sebuah sisi jalan yang penuh desing dan deru kendaraan bermotor itu. Seperti tak pernah berhenti mengabarkan bahwa semua sudah tak lagi sama. Dengan lirih ia berharap untuk sejenak saja menjadi kerikil di tepi jalan, dengan ingatan yang membatu. Sehingga bila nanti ia lewati jalan itu sekali lagi, tak ada yang mengintip kembali dari ingatannya.</span></span></span></h6><h6 class="uiStreamMessage" data-ft="{"type":1}" style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span class="messageBody" data-ft="{"type":3}"><span style="color: #274e13;">Diam-diam matanya menyeruput sebuah kisah yang mendadak menggelar pesta di sepanjang jalanan itu. Ia memejam, tak hanya mata, tapi juga hatinya.</span></span></span></h6>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-63483008601085330422012-01-06T10:48:00.000+07:002012-01-06T10:48:56.611+07:00Kisah Cinta Embun Pagi dan Tuhan<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Kisah Cinta Embun Pagi dan Tuhan, pertama kali mendengar kalimat itu beberapa bulan yang lalu, aku langsung berkata dalam hati : "Hmmmm, Kak Diana banget". Yang kutau, Kak Diana seringkali menyertakan "embun pagi" dalam puisi-puisinya. Ga terlalu bertanya-tanya mengapa Kak Diana mengambilnya sebagai nama untuk buku pertamanya. Yang masih seringkali menjadi pertanyaanku, siapakah sebenarnya dia sang embun pagi itu...hehe...</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Perjuangan yang ditempuh Kak Diana untuk menerbitkan bukunya ini juga ga mudah. Dengan mottonya "TAHUN INI TERBIT, atau tidak sama sekali!!!, akhirnya Kak Diana mampu membuktikannya. Akhir tahun 2011 lalu, buku yang berisi kumpulan puisi tersebut terbit juga. Pastinya aku ingin mendapatkan buku KCEPDT ( Kisah Cinta Embun Pagi dan Tuhan ). Bagiku, buku tersebut adalah simbol sebuah tekad, perjuangan, usaha keras, hati yang mengasihi, persahabatan, doa, dan tentu saja cinta. Semuanya saling merajut kekuatannya masing-masing. Selain itu, KCEPDT adalah sepotong jejak dari seorang sahabat yang selalu menyediakan hatinya untuk berbagi. Dan sepotong jejak inilah yang ingin kusimpan dan kugenggam dengan kasih. Selamat atas pencapaianmu kakakku. Semoga akan selalu ada pencapaian-pencapaian terbaikmu esok, sebagai jejak-jejak manis yang diurai nafasmu. Amin.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-We45OsxP0NI/TwZqNPY8zfI/AAAAAAAAAfQ/JnbJbYzKeL4/s1600/KISAH+CINTA+EMBUN+PAGI+DAN+TUHAN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-We45OsxP0NI/TwZqNPY8zfI/AAAAAAAAAfQ/JnbJbYzKeL4/s1600/KISAH+CINTA+EMBUN+PAGI+DAN+TUHAN.jpg" /></a></div><br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">*****</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Aku menuliskan ini di sebuah sudut kota yang menyimpan sebagian kisahku, ditemani cuaca panas dan keriuhan siang hari, merambah kembali perjalanan yang sudah kulewati di tahun 2011.</span> Banyak yang telah kucapai, meski bagi kebanyakan orang, pencapaian itu hanyalah hal-hal sederhana yang bisa dilakukan oleh hampir semua orang dengan mudah. 2011, tahun dimana aku merasa benar-benar "hidup". Aku mulai bisa beraktivitas dengan mengandalkan diri sendiri walaupun hanya dalam aktivitas sederhana. Aku bisa melakukan perjalanan-perjalanan ke kota-kota dan menjalin persahabatan dengan orang-orang baru, yang sebelumnya hanya mampu kubayangkan. Menyusuri pedesaan dan kota-kota baru, belajar banyak dari orang-orang yang kutemui, menyisir trotoar sore hari hingga menjelang senja, berpetualang tidak hanya di luar diri namun berpetualang dan mencari banyak makna dari dalam diri sendiri, dan semua kulakukan sendiri, tak lagi ketergantungan banyak pada orang lain. Lebih dari separuh hidupku, aku tak dapat melakukan itu semua. Namun di tahun 2011, pelan-pelan Tuhan menjelmakan keinginan-keinginan terpendamku. Meski aku tak pernah meminta. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pun banyak pula kehilangan yang mesti kuhadapi. Namun di balik itu Tuhan menggantinya dengan yang jauh lebih baik. Di tahun itu aku pun jatuh terjerembab, namun aku tahu Tuhan selalu memelukku, meraih tanganku agar aku bangkit dan melompat lebih tinggi. Aku diajarkan bagaimana indahnya "memaafkan" dan "melepas". Meski segala luka dan kepedihan itu akan tetap ada di tempatnya, tapi aku berusaha menjadi seperti laut, yang selalu bisa menerima apapun yang datang padanya. Dihapusnya yang telah berlalu dengan ombak-ombaknya. Aku ingin hatiku selalu melapang agar tak pernah sesak oleh perih sebesar apapun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan di tahun 2012 ini, aku ingin menjadikan hidupku lebih berwarna, lebih mandiri, lebih mampu mengandalkan diri sendiri meski dengan segala keterbatasan, menjadi pribadi yang lebih tegar, dan lebih kuat secara fisik serta jiwa. Aku ingin melakukan perjalanan-perjalanan dan mencipta persahabatan dan persaudaraan, bertemu dengan orang-orang dan lingkungan baru, melakukan aktivitas-aktivitas yang selama ini tak mampu kulakukan. Hingga suatu hari nanti, bila tubuhku terlalu rapuh untuk bepergian, aku dapat duduk di tepi jendela dan memandang ke luar, memutar kembali momen-momen yang pernah kutangkap. Lalu menghabiskan waktuku sembari meresapi segalanya, memberitahu semesta bahwa aku "hidup" dan merayakan hidupku dengan caraku, dengan membuat jejak-jejak manis. Itu saja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tulisan ini diikutsertakan dalam Give Away <a href="http://meworldwords.blogspot.com/2011/12/give-away-sederhana-di-akhir-tahun.html" target="_blank">Kisah Cinta Embun Pagi dan Tuhan</a> yang diadakan oleh Kak Diana di blog <a href="http://meworldwords.blogspot.com/" target="_blank">Myworldwords</a> .</div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-2965144437013008232011-08-04T21:06:00.001+07:002011-08-04T21:16:48.838+07:00I'll Know Why It Happens To Me One Day<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Aku tahu bagaimana semesta menjalankan perannya.</span> <span style="color: #274e13;">Apapun yang kita lakukan, suatu hari nanti akan kembali lagi pada kita. Sesuatu yang entah baik, entah buruk. Bahkan aku percaya, ketika dia kembali, akan lebih banyak kadarnya dibandingkan dengan apa yang pernah kita lakukan.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Hari ini, aku mendapati sesuatu hal yang membuat jantungku seperti ditikam, kembali, sesaat setelah membuka akun facebook milik abangku. Hari ini ada sesuatu yang mendorongku untuk membuka akun facebooknya. Belum lagi semuanya usai, belum lagi aku mampu berdiri setegar sebelumnya. Ujung mata ini sudah ingin kembali menderaskan butir-butir kecilnya. Aku mencoba tetap menengadah dan menghela nafas panjang. Tuhan, aku tak ingin menangis. Tapi sakit sekali rasanya jika itu semua hanya kutelan dalam kebisuan.</span> <span style="color: #274e13;">Apakah aku pernah membuat hidup seseorang menderita, ataukah aku pernah berbuat kesalahan fatal pada hidup seseorang yang membuatnya hancur lebur? Apakah aku pernah datang meminta pada seseorang untuk memaksanya melakukan hal-hal yang tak diinginkannya? Ataukah aku punya kesalahan lainnya? Aku tak pernah berbuat itu semua. Bahkan berniat pun tidak, sama sekali. </span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Aku hanya bisa berbincang denganmu, Tuhan. Tak ingin ada orang lain turut menangis bersamaku. Engkau sangat tahu apa yang ada dalam hatiku, bukan? </span><br />
<br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Aku tak memahami bagaimana bisa orang lain berbuat sesuatu yang tidak baik kepada seseorang yang bahkan tak pernah menyentuh kehidupannya sebelumnya. Tak pernah berbuat salah padanya. Bagaimana bisa? Aku percaya setiap manusia mempunyai hati nurani. Tapi entah mengapa seseorang yang lemah dan hidupnya penuh perjuangan pun, masih saja ada yang mampu berbuat tidak baik padanya. Sampai saat ini aku masih mempertanyakan hal itu. </span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Sulit rasanya menahan air mata ini. Ini bukan tanda kelemahanku, Tuhan, Kau tahu itu. Air mata itu adalah segala rasa sakit yang ditorehkan seseorang. Aku merasa tiba-tiba limbung. Tapi tenang saja, seperti yang Kau tahu, aku pasti akan tetap ceria dalam menjalani hari-hariku. Bagaimana pun keadaanku. </span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Aku percaya, Engkau sudah mengatur semesta ini dengan segala perhitunganMu yang tak terbantah. Segalanya selalu berjalan dalam dua arah, kebaikan dan keburukan. Apapun kebaikan yang dilakukan, ia akan kembali seperti bumerang dalam kebaikan yang berlipat. Begitu pun sebaliknya, apapun keburukan yang dilakukan, akan kembali dalam bentuk keburukan yang jauh lebih buruk.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Siapapun dia, aku hanya akan menjatuhkan namanya dalam doa. Karena hanya doa yang tak pernah tersesat. Doa akan langsung menuju padaMu. Hanya padaMu. Terlebih lagi di bulan ramadhan ini. Aku sangat percaya itu. </span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">*Teringatku akan sebuah pesan pendek dari seorang sahabat karibku, "Aku ga tau apa yang lagi kamu alami sekarang De Nill, tapi aku doain supaya kamu bisa melewati ini dengan open heart, open mind :) you'll know why it happens. You'll know why it happens to you one day. Be strong my sister :)".*</span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-50930650708727478562011-08-02T19:30:00.003+07:002011-08-04T09:32:21.596+07:00A Day With My Soulmates<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Pagi yang mulai kesiangan, iseng kubuka twitter lewat handphone, ternyata ada mention sudah sekitar 1 jam sebelumnya dari Dyani, "Nilla, tolong sms in nomer kamu yg satu lagi dong...yg aku save ga bisa disms nihh". Baru inget kalau sejak semalam, aku ganti kartu pake kartu yang biasa dipake buat modem :D. Langsung aja kuaktifin lagi nomor yang biasa. Intinya, Dyani ngajak ketemuan di "basecamp" nya YMGI (Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia), karena hari ini ada peliputan dari sebuah majalah nasional tentang Myasthenia Gravis dan Rumah Kriyanya. Awalnya mama agak keberatan, tapi akhirnya dibolehin juga dengan catatan, harus diantar! Lagi-lagi, seperti biasa aku meyakinkan mama bahwa aku bisa pergi sendiri. Padahaaaal, aku sama sekali "buta" untuk daerah Depok dan sekitarnya :D....*kebetulan sekali hari ini aku belum berpuasa*.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Nekat, tapi akhirnya suksessss *joget-joget* :D. Sedikit penuh perjuangan..hufftt. Siang yang panas menyengat, tapi aku terus meyakinkan diri bahwa aku kuat, aku pasti bisa. Semuanya berjalan mulus, naik turun angkot yang sampai beberapa kali, belum lagi nyebrang di jalan raya yang bising dan ramai, plus lagi matahari yang tertawa lebar di atas sana.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Untuk pertama kalinya aku (mem ) berani (kan) untuk pergi sendiri ke "basecamp" YMGI * dan untuk pertama kalinya juga diijinkan mama*. Dikarenakan jarak yang cukup jauh dan kendaraan yang cukup sulit untuk kujangkau. Alhamdulillah, ga pake acara jatoh ngedeprok di jalan :D. Semua baik-baik saja. </span><span style="color: #274e13;">Sebuah prestasi yang cukup membanggakan buatku *hehe...lebay*.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Hari ini, kembali membuatku merasa lebih "hidup". Ga hanya karena bisa pergi sendiri, tapi bisa berkumpul dengan para belahan jiwaku, my soulmates. Ngobrol bareng sama mas wartawannya, sharing *selalu*, belajar ngejahit, walaupun cuma bisa ngerecokin Teh Tina..haha...*payah*. Jadi ga yakin bisa ikutan eRKa YMGI (Rumah Kriya YMGI) :D</span>. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Sepulangnya dari sana, mampir dulu sama Dyani mau beli es pocong tapi sayangnya belum buka >.<. Malah muter-muter dulu sebentar nyari mp3 buat "soulmate" MG lain yang masih dirawat di RS, masih pake ventilator :(.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Siang sudah mulai menetas menjadi sore, tapi udara masih meleleh, aku dan Dyani juga hampir meleleh kepanasan. Belum lagi kesemrawutan jalanan dan terminal yang dilewati, makin bikin njelimet. Tapi tetep dibawa asik aja. Kami malah asik ngobrol, hingga sampai pada sebuah topik yang ga jauh beda dengan yang pernah kubicarakan dengan sahabatku beberapa waktu lalu ( <a href="http://www.blogger.com/%3Ca%20href=%22http://nillagustian.blogspot.com/2011/07/sebuah-keputusan.html%22target=%E2%80%9Dblank%E2%80%9D%3Eada%20disini%20%3C/a%3E"></a><a href="http://nillagustian.blogspot.com/2011/07/sebuah-keputusan.html" target="”blank”">ada disini </a> )</span>. <span style="color: #274e13;">Hehey...makin membuatku merasa "enteng" untuk menjalankan keputusan tersebut :). I'm not alone. Seberapa pahit pun yang aku alami, aku masih mempunyai mereka, my soulmates, MGers. </span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Sedikitnya aku mulai mengetahui untuk apa aku bertahan sampai sejauh ini, meski masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Setidaknya mulai memberikan jawab atas perbincanganku dengan seseorang pada suatu waktu, di " <a href="http://www.blogger.com/%3Ca%20href=%22http://nillagustian.blogspot.com/2011/06/sebuah-obrolan.html%22target=%E2%80%9Dblank%E2%80%9D%3ESebuah%20Obrolan%20%3C/a%3E"></a><a href="http://nillagustian.blogspot.com/2011/06/sebuah-obrolan.html" target="”blank”">Sebuah Obrolan </a> ".</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">*Btw, hari ini aku mendapatkan beberapa ucapan selamat dari beberapa orang...ahaha....sampai segitunya yaaaa. Mereka turut senang karena aku bisa pergi sendirian lagiii... :D. Tapi eh tapi, Ibunya Athia bilang, "Wah, hebat ke BunRit sendiri. Tapi masih hebatan aku dari Manado-Malang sendiri", huaaaa....awass ya Buuuuu :P*</span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-86687491467332559082011-07-30T19:19:00.004+07:002011-07-30T22:55:08.733+07:00Keajaiban Kecil<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Entah kali keberapa kulewati pertemuan dengan keluarga besar MGers. Terakhir aku tak ingat pastinya kapan, akhir Juni atau awal Juli, saat rapat pengurus sekaligus syukuran atas berdirinya yayasan. Beberapa pertemuan berikutnya tak bisa kuhadiri mengingat kondisi yang belum sepenuhnya pulih. Sedikit berharap bisa berkumpul dengan teman-teman, meski agenda yang dijadwalkan bukan mengenai yayasan, melainkan sebuah kegiatan yang nantinya juga akan berkontribusi untuk yayasan MG. Selain pastinya ga akan diijinkan, aku pun belum sanggup rasanya. Pertemuan terakhir saja mesti kulewati dengan banyak berbaring di sofanya Bunda, sang empunya basecamp. Tentu saja, masih ngobrol dengan MGers sampai menjelang Maghrib...*tetep ga tau diri dengan kondisi fisik..hehe* *untungnya dianter pulang sama Mba Anggi....hugs*.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Saat itu aku mengalami kelelahan luar dalam. Semalam sebelumnya aku benar-benar tak bisa memejamkan mata sama sekali. Pukul 6 pagi, aku sudah bersiap menuju sebuah kawasan di Jakarta Selatan, sendirian dengan menumpang angkot. Setibanya disana, dengan lelah yang "berusaha" untuk tidak dirasakan, teteeeeep naik-naik tangga ke ruangan di lantai 2 kediaman sahabatku untuk membantunya mempersiapkan bahan-bahan yang akan dibahas untuk rapat pengurus nanti. Tak lama, kami menuju kawasan Depok, tempat pertemuan akan diadakan.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Hari itu ada atmosfer berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Bagaimana tidak, akhirnya yayasan yang selama ini kami idam-idamkan akhirnya sudah terbentuk, meski kami menyadari, jalan panjang dan sulit masih harus ditempuh.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Lelah bertambah karena harus memeras otak sampai kering saat rapat *haha....terjun bebas...plung!! eh itu nyemplung ya?? -_-"*. Siang harinya saat syukuran, banyak MGers yang baru bergabung. Namun seperti biasa, kami sudah seperti keluarga. Satu sama lain langsung berakrab ria walaupun banyak diantaranya yang baru bertemu. Sementara aku, masih bersusah payah untuk menyembunyikan perasaan yang kacau dan tetap mencoba untuk "terlihat" fit. Tapi aku lupa, mungkin aku bisa berpura-pura di depan orang lain, tapi tidak di depan MGers..hehe...Ya jelaslah mereka tau persis kalau aku dalam kondisi yang tidak fit. Bahkan salah seorang dari keluarga besar MG ku itu memprediksi bahwa aku akan ngedrop. Benar saja, keesokan harinya aku benar-benar ngedrop. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Hari ini, masih dengan menyimpan banyak pertanyaan dan masih "amburadul" :D, yang juga membuatku makin menjauhkan diri dari media tempatku biasa bersosialisasi, aku pergi menemui seorang sahabatku yang lain. Salah satu dari orang-orang yang "tidak biasa" dan memiliki kisahnya sendiri tentang perjuangan yang sama sekali tidak mudah. I called her "Itik", and she called me "Marmut". Tanya kenapa? Ga usah banyak nanya!! Baca aja terus!!...hahaha...galak bener...*piss ah*.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Aku hanya butuh seseorang untuk menemani satu hari saja. Terlebih lagi besok lusa sudah memasuki bulan Ramadhan, dan aku ga akan bisa kemana-mana sebulan penuh kecuali dalam keadaan tidak berpuasa atau sengaja membatalkan puasa :D. Entah kenapa, aku hanya ingin bertemu dengannya, memastikan bahwa aku memiliki sahabat yang benar-benar ada di sampingku, meski aku tak banyak bicara tentang apa yang ada dalam hati dan pikiranku. Cukup bagiku untuk duduk bersamanya, berbicara mengenai hal-hal sederhana, sembari makan siang bersama, tersenyum, tertawa lepas, seakan tak memiliki beban apapun. Seolah kami tak pernah merasakan sakit sebelumnya. Dapat dikatakan "Itik" lah yang lebih banyak bercerita tentang dirinya. Seperti biasa, aku memilih untuk menjadi pendengar yang baik saja dan memberikan masukan yang dibutuhkannya. Itu saja sudah membuatku merasa "hadir" dalam hidup seseorang.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Keputusan yang benar. Ya, keputusanku untuk bertemu dengannya hari ini. Ternyata sahabatku itu sedang memiliki sbuah masalah dan membutuhkan seseorang untuk mendengarkannya. Aku bahagia karena aku lah orang yang ada untuknya, sebagai sahabatnya.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Aku pulang dengan perasaan yang lebih lega, padahal aku tak bercerita apapun tentang hal-hal yang mengganggu pikiran dan hatiku padanya. Aku tersadar bahwa ketika kita berbagi dan memberikan pertolongan pada orang lain, saat itu pula kita juga menolong diri sendiri. Berbagi dan menolong bukanlah sebuah kewajiban, melainkan adalah sebuah kebutuhan. Demi menyembuhkan diri sendiri, menyelamatkan hati dan memperbaiki hidup. Keajaiban berbagi :).</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Teringatku pada sebuah hal, bahwa kebaikan tak pernah berjalan lurus sendirian, dia selalu berjalan dalam dua arah.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">And there's a miracle for me today. Hanya keajaiban kecil namun ada senyum yang bergetar di hatiku. Thanks God :). </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"></span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-41310545147264360462011-07-28T20:23:00.001+07:002011-07-28T20:33:19.447+07:00Sebuah Keputusan<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">There's no something special. Hari ini ga jauh beda dengan hari-hari kemarin. Simpel, sangat simpel. Aku bangun pagi hari, melakukan aktivitas-aktivitas ringan seharian, hingga malam kembali dan aku mengakrabinya lagi.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Segalanya berawal dari pagi. Gunawan Muhammad pernah berkata, pada pagi Tuhan membatik kain semesta. Membiarkan daun-daun muncul, burung datang, dan baris-baris menjalani nasibnya. Dan hari ini, dimanakah ujung nasibku? :).</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Pagi tadi aku teringat beberapa hari sebelum ini, dimana aku terbangun di sebuah malam dengan rasa haus yang sangat. Namun aku sama sekali tidak bisa bangun dari tempat tidur. Akhirnya mama mengambilkanku segelas air putih dan membantuku untuk duduk. Segera saja pikiranku meloncat ke belakang, saat dulu aku masih sering mengalami kondisi seperti itu. Biarlah, mungkin memang saatnya aku harus mengulanginya. Semoga hanya untuk sejenak, karena aku pasti akan fit kembali :).</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Abang sudah berangkat kerja sejak pagi masih sedikit mengantuk. Mama pun akan berangkat menjalankan aktivitasnya, setelah membantuku untuk nge-print selembar surat kuasa. Kuyakinkan mama bahwa aku bisa pergi sendiri ke kantor pos dekat rumah, untuk mengirimkan surat kuasa tersebut kepada seorang sahabatku di kawasan Jakarta Selatan. Setelah mama pergi, aku pun bersiap. Dasar keras kepala, yang tadinya keukeuh untuk pergi sendiri, merasa yakin, ternyata sedikit keok juga di jalan :D. Tancap terus, toh aku pernah mengalami yang jauh lebih buruk daripada ini :). </span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Menjelang siang, aku menerima sms dari sahabat karibku yang jauh di seberang pulau sana. Pasti dia kangen sama aku...*Hihi...ngarang abis*. Hanya obrolan ringan seperti biasanya. Sms terus berlanjut sepanjang siang hingga sore. Dari obrolan ringan sampai pada akhirnya kami berbicara tentang sebuah keputusan. Atau pilihan hidup lebih tepatnya. Kami sudah memutuskan sesuatu, yang mungkin bagi kebanyakan orang "normal" di luar sana, pilihan itu tak mampu mereka terima. Jalan yang kami tempuh berbeda, sejak sesuatu datang tiba-tiba dalam hidup kami. Jalan itu tak lagi sama. Pun semuanya turut berubah. Kami tak peduli bagaimana pendapat orang lain, karena mereka tak pernah menjalani apa yang telah kami jalani, itu saja kuncinya. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Kami hanya melakukan apa yang membuat kami nyaman. Mereka selalu berbicara tentang idealisme. Yeah, idealisme yang memang berlaku bagi mereka, tapi tidak bagi kami. Justru inilah idealisme menurut kami. Inilah realita yang ada di dunia kami. Jalan kita berbeda, begitu pula dengan apapun yang kita hadapi, tentu tak sama. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">So, kami akan berjalan di sisi ini, dimana keputusan itu sudah kami genggam. Kami genggam erat dengan hati, lalu mengirimkannya diam-diam dalam doa yang tak pernah henti. Kelak kami berharap akan berbuah manis. Meski saat itu kami adalah sebuah sosok yang tak lagi mampu berdiri tegak di atas kaki kami sendiri.</span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-58496767042701214922011-07-27T14:00:00.000+07:002011-07-27T14:00:03.690+07:00Rindu Asinan<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Peringatan Keras : Postingan ini ga penting, suer. Tapi kalo masih mau baca juga gpp sih. Selamat menikmati ajaaaa. Sekian dan terima kasih. </span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Udah berapa hari ini lagi pengen banget sama yang namanya asinan sayuran...waaaa....asinan sayuran yang biasa dijual pake gerobak dorong itu loh. Disiram kuah kacang trus pake kerupuk yang warnanya kuning. Udah lama ga makan asinan itu. Berhubung hampir tiap hari "ngumpet" di dalam rumah terus, jadi ga pernah tau apa ada tukang asinan yang lewat atau ga.... :D. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Beberapa waktu lalu pas lagi di angkot sama mama, liat ada yang jualan asinan itu. Sampai dua kali pula, ngeledek banget...hahaha. Karena waktu itu MG lagi nakal, lagi ribet banget untuk naik turun angkot, jadilah pake acara ngiler di angkot, sampe dimarahin supirnya, bikin angkotnya banjir...*kalo yang ini asli boong*... :D</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Beneran deh, kalo waktu itu lagi fit, bakalan turun cuma buat beli asinan. Sayang sekali. Belom rejeki abang-abang yang jualan kali ya *halah, bilang aja sebenernya belom rejeki lidah sendiri untuk nyicipin asinan...wkwkwk*</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Saking pengennya, tiap kali mama atau abang pergi, selalu bilang untuk jangan lupa tengok kanan kiri, kalo-kalo ada pedagang asinan. Kalo liat, tolong salamin, eh bukaaaaan...kalo ada tolong beliin. Beliin gerobaknya, aku mau belajar dorong gerobak......uhuk, makin ga jelas, beliin asinan maksudnya :D. Tapi memang dasar belum berjodoh dengan abang-abang tukang asinan kali ya, eh salah maksudnya belum berjodoh dengan asinan sayuran, yah jadilah musti sabar-sabar menunggu. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Moga-moga aja ada tukang asinan yang baca trus dia langsung lewat di depan rumah....*haaatchiii...maaf mendadak bersin* :P</span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-82095886813815135072011-07-25T23:31:00.001+07:002011-07-26T00:10:58.927+07:00Mencintai Tanpa Melukai<div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"> <span style="color: black;">Dapatkah kau mencintai tanpa melukai?</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Menghilangkan sejenak cinta diri yang kian lama membuatmu sekarat!</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;"><br />
</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Dapatkah kau mencintai tanpa melukai?</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Saat kau dapati dirimu dicintai oleh keping hati sederhana yang tak pernah lelah berdoa untukmu</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;"><br />
</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Dapatkah kau mencintai tanpa melukai?</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Melupakan sejenak asal usul dirimu</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;"><br />
</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Sebab, cinta adalah saat angin menggoda dedaun dan bebungaan, saat ia menerpa wajahmu dengan kelembutan<br />
Ia tak kan pernah banyak kata dalam kehadirannya</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Dimana pun, kapan pun. dan bagaimana pun caranya ia kan menyentuhmu serupa cahaya,</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">tak terlihat namun terekam indera lainnya</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;"><br />
</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Mengatupkan awan saat panas menyengat menjelangmu</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Memberikan pakaian saat kau kedinginan</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Memberikan makanan minuman saat kau lapar haus</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Memberikan sandaran saat kau terkulai</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Memberikan analogi khusus saat kau bingung tak mengerti tentang sebuah ilmu</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Membuatmu tersenyum bahkan terbahak saat kau sedih</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Membiarkan dirimu hidup menjadi seutuhnya dirimu, apa adanya dalam lingkar lengannya</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;"><br />
</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Sanggupkah kau mengakuinya?</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Jika ya...</span></span></div><div style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="color: black;">Maka sekali lagi aku bertanya :</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="color: black;"><span style="font-family: Times,"Times New Roman",serif;">Dapatkah kau mencintai tanpa melukai?</span></span></span></span><br />
</div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="color: black;"><span style="font-family: Times,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">By : Adriana Wardani</span></span></span></span></span><br />
<br />
<span style="color: #274e13;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="color: black;"><span style="font-family: Times,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"> </span> </span></span></span></span></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Tak ada yang tak bercacat, tak ada yang sempurna, sebab begitulah semesta menanam benih-benih aturan kehidupan. Pun cinta. Meski hingga kini kita masih bergulat tentang pemaknaannya. Menelusuri celah-celah pemahaman yang tentu saja berbeda dan tak pernah sama. Lalu apakah yang membuat cinta itu tak sempurna</span> <span style="color: #274e13;">dalam durasi perjalanannya? Bagiku, ia adalah luka</span><span style="color: #274e13;">. Tak ada cinta tanpa luka. Seperti senja yang selalu dibayangi oleh jingga. Berbicara tentang cinta, pada satu titik kita akan berbicara pula tentang luka.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Cinta yang sebenarnya adalah cinta yang bersedia mencecap luka itu bersama, mengunyahnya kemudian menelan meski kadang tersedak. Kebersediaan menjalaninya bersama, akan membuat luka itu tak lagi membuat luka yang baru, mengoyaknya kembali. Walaupun tetap saja ia bernama luka. Meski tak berdarah, ada nyeri disana.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Ketika kita mencintai, akan ada sebuah telaga yang kelak berisikan luka. Membiarkan cinta masuk, sama dengan membukakan pintu bagi segala hal yang turut bersamanya, termasuk luka itu sendiri. Sama halnya dengan kebahagiaan, tak seorangpun yang memungkiri bahwa pernah ada air mata kesedihan yang bergulir disana. Pun kehidupan, memilih hidup sama dengan berjalan menuju kematian. Seperti itu cinta dan luka. Miris? Mungkin. Tapi bukankah segala hal memang memiliki sisi yang demikian? </span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Cinta memang akan singgah di semua hati, tetapi luka tetap menjadi salah satu bahan dasarnya. Namun pada akhirnya, bila cinta itu adalah sesuatu yang bertumbuh dari sebuah ketulusan hati, maka cinta pula lah yang akan mengeringkan telaga luka yang ada. Maka bila aku boleh mengganti sedikit pertanyaan yang diberikan, akan kuajukan sebuah pertanyaan lain : "Dapatkah kau mencintai dengan ketulusan?". Tanyakan itu pada hatimu yang paling palung.</span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">*****</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Tulisan ini diikutsertakan dalam Give Away berjudul <a href="http://meworldwords.blogspot.com/2011/07/mencintai-tanpa-melukai.html" target="”blank”">Mencintai Tanpa Melukai </a> yang dipersembahkan oleh kakakku, <a href="http://meworldwords.blogspot.com/" target="”blank”">Kak Diana </a> ...*maaf ya kak, tanpa ijin mengganti pertanyaannya :)*</span></div></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-54827473087124351652011-07-23T17:59:00.000+07:002011-07-23T17:59:50.423+07:00Kalau Saja<div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">Kalau saja dengan menulis, semua perihku luruh, akan kutulis segala yang bermudikan dalam diri ini. Biar lepas semuanya, gugur di udara. Dan aku dapat kembali berdamai dengan malam, melelapkannya dalam secangkir mimpi, tanpa ada rintik dari sudut mata. </span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">Kalau saja aku menjadi seperti hujan, dapat dengan mudah menghapus jejak yang diciptanya sendiri, akan kudesirkan tiap tetes yang ada, agar segalanya hilang dan tercabut, tak lagi bisa kulihat.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">Kalau saja aku bisa mengeluarkan hatiku sendiri, aku ingin membersihkannya, mencuci tiap peristiwa yang bersandar disana, meski lubang-lubang luka itu tak pernah tertutup kembali.</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;"> </span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">Kalau saja kotak Pandora itu benar-benar ada, aku akan masuk dan berdiam saja di dalamnya, menjadi sebuah fragmen yang menyusun serpihan keheningan.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">Kalau saja suaraku menjelma desau angin, akan ada banyak kisah yang mengulur dari bait-bait bahasaku, untuk kemudian berhiliran di antara pucuk-pucuk rumput, sebelum lenyap dalam dirinya sendiri. </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">Kalau saja semua kisah benar-benar kembali berulang pada akhirnya, maka biarkan aku duduk sendiri di sini. Kutunggu saja hingga kisah itu berbalik, lalu temukanlah aku yang membatu.</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">Kalau saja waktu memang dapat diputar, aku takkan memutarnya ke belakang. Akan kuputar cepat ke depan saja, agar hari-hari panjang yang terus melumatku ini segera berujung. </span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">Kalau saja, kalau saja aku mampu melupa, secepat laju kereta.... </span></span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-91317461639527701722011-07-21T21:14:00.001+07:002011-07-21T21:18:23.427+07:00May It Be<div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">May it be an evening star</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">Shines down upon you</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">May it be when darkness falls</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">Your heart will be true</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">You walk a lonely road</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">Oh! How far you are from home</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">Mornie utulie ( darkness has come )</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">Believe and you will find your way</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">Mornie alantie ( darkness has fallen )</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">A promise lives within you now</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">May it be the shadows call</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">Will fly away</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">May it be you journey on</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">To light the day</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">When the night is over come</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">You may rise to find the sun</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">A promise lives within you now</span></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">*****</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Malam yang meremang. Sesayup lantunan lagu dari Enya tersebut mengayuh-ngayuh di gendang telingaku. Kuputar ulang, lagi dan lagi. Sudah lama sekali tak kuputar lagu ini. Salah satu dari sekian lagu yang melekat di hati. Tak ada sesiapa. Tak juga sesuara lain yang terdengar. Terlalu banyak makna yang kupeluk dari liriknya. Aku berdiam saja sambil terus mengetikkan kalimat-kalimat ini, yang sesaat ke depan akan sudah menjadi usang. Detik ini pun akan sudah menjadi langkah yang tertinggal pada satu detik ke depannya. Adakah yang tahu akan kemana berakhir? No one, right?</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Serupa malam, biarkan saja ia berjumput dalam kelam. Masih akan ada bintang di atas sana meski kadang cahayanya tak sampai padamu. Lalu kau merasa semua serba tersamar. Mungkin kali itu hanya awan yang menghalangi. Biar. <span style="font-size: large;">"May it be when darkness falls, your heart will be true".</span></span> <span style="color: #274e13;">Just keep on your faith</span>. <span style="color: #274e13; font-size: large;">"Believe and you will find your way".</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKfMytwHIRc5iVdXbVhRD5ZCNKy83UxwKQQtE43oIC4Oph-ZhpB0UBzJZVFiH6efPWhj_FWvKFvVQxctcPJ9w44SgF6uVr_pAvgBZGugMkcKZ_lkDFFR9BR_8Bc19w-XRtVlw4dNdv2Jzn/s1600/MAY+IT+BE.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKfMytwHIRc5iVdXbVhRD5ZCNKy83UxwKQQtE43oIC4Oph-ZhpB0UBzJZVFiH6efPWhj_FWvKFvVQxctcPJ9w44SgF6uVr_pAvgBZGugMkcKZ_lkDFFR9BR_8Bc19w-XRtVlw4dNdv2Jzn/s320/MAY+IT+BE.jpg" width="296" /></a></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">Image by google</span></div><div style="text-align: center;"><br />
</div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-9313597858258694202011-07-20T22:35:00.000+07:002011-07-20T22:35:44.397+07:00Secangkir Kopi Untuk Sunyi<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"></span><span style="color: #274e13;"></span><span style="color: #274e13; font-size: large;">Entah pagi, entah siang, entah sore yang hanya tersisa selembar, terlebih malam dengan segala rahasia pada gelapnya, mereka selalu menggigilkan ujung matamu. Ada yang terpagut begitu lama. Berdiri dengan seluruh ingatan yang berjejalan.</span><span style="font-size: large;"> <span style="color: #274e13;">Membuatmu menjadi pemetik bulir-bulir yang perlahan jatuh</span></span><span style="color: #274e13; font-size: large;">, mengaduh di pipimu. Kemudian kau pergi ke dapur, menyeduh secangkir kopi. Katamu, ini kupersembahkan untuk kesunyian yang selalu ada menemani.</span><span style="font-size: large;"> <span style="color: #274e13;">Kau sambut dengan diam. Lalu mendadak ada yang menusuk dadamu. Ternyata diam itu seperti pisau yang mencabik dirinya sendiri. Kau pun tercabik.</span></span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span style="color: #274e13;">*Dariku : Seduhlah lagi secangkir kopi, Jasmine. Rebahkan segala nyerimu disana. Dan biarkan ia mengental bersama larut yang selalu kau jagai. Maka mari kita berdoa malam ini. Biarlah Tuhan dan segenap malaikatnya mengurai pagi, tempatmu kelak memetik helai demi helai diam yang menjelma puisi. </span></span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-79315161692956809222011-07-18T19:15:00.000+07:002011-07-18T19:15:41.105+07:00Intermezzo<div style="color: #274e13; text-align: justify;">Seorang teman (lebih tepatnya saudara jauhku yang belasan tahun belum pernah bertemu kembali) mengatakan, "Awal pertemuan adalah kesempatan dan ujung pertemuan adalah tujuan. Dan apalah arti wujud suatu pemahaman jika jiwanya terkurung di sebuah ketinggian".</div><div style="color: #274e13; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #274e13; text-align: justify;">Bahkan sampai saat ini pun aku masih harus mencoba memahami kata-katanya tersebut. Bila kita telah sampai di suatu titik dimana kita telah menganggap itu sebuah tujuan, lalu apakah yang akan terjadi sesudahnya? Lalu dimanakah sebenarnya ujung pertemuan itu? Bagaimana caranya mengetahui bahwa itu adalah sebuah penghujung? Ia menyuruhku untuk mengkalibrasi kata-katanya tersebut. Ah, berapa kali lagi harus kuperas benak ini untuk menemukan makna yang tersirat di dalamnya. Dan bukankah pada tiap penghujung, akan ada awal baru lagi sesudah itu, menuju ujung kembali, lalu mengulangi entah kali keberapa. Membentuk siklus? Infinite? Tak terhingga? Hmmmm.....<br />
<br />
*mending makan kuaci aja ahhh*.....</div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-11581232450408591712011-07-16T20:54:00.000+07:002011-07-16T20:54:31.222+07:00Sepanjang Jalan Margonda<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Siang yang disemilirkan oleh derap hujan yang jatuh tiba-tiba saat matahari sedang bersemangat menyapu jejalan, aku asyik sendiri mengais-ngaiskan ujung pena pada buku catatan kecil yang kubawa. Pada meja di hadapanku, masih terhampar piring dan gelas sisa makan siang. Persis di seberang meja, adik dari almarhum papaku terlihat serius menelepon seseorang lewat telepon genggamnya. Ada masalah serius rupanya. Aku pun sudah tahu dari cerita yang diluncurkannya beberapa hari lalu. Aku diam saja memperhatikannya berbincang sambil terus menuliskan goresan alfabet. Om ku yang selalu tertawa pada tiap kesempatan. Sebesar apapun masalah yang sedang dihadapinya, tawa tak pernah lepas dari dirinya.</span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Dengan diboncengi sepeda motor, kami menerobos kebisingan dan kepadatan lalu lintas di siang yang teramat sibuk. Beberapa saat lalu, sebelum kami memasuki sebuah rumah makan, cuaca sangat terik. Lalu seperti laut yang tak dapat diterka, langit dengan derasnya meluncurkan tetes-tetes yang membasahi jalanan. Seperti sebuah hati, tak pernah tahu seberapa besar gemuruhnya dan seberapa dalam palungnya. Tak pernah teraba. </span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Saat kami akan melanjutkan perjalanan, langit kembali memunculkan terik yang segera menguapkan sisa-sisa air yang mengalur. Matahari tertawa lebar lagi di atas sana. Namun dimanakah tawaku kali ini?</span><br />
<br />
<span style="color: #274e13;">Kesibukan di sepanjang jalan yang tak pernah letih. Aku menerka-nerka, ada berapa banyakkah wajah yang menyembunyikan luka. Ada berapa banyak rahasiakah di antara ketergesaan yang ada. Ada berapa butirkah janji yang terabaikan. Ada berapa hatikah yang mampu melepaskan. Aha, pertanyaan-pertanyaan yang makin meramaikan sisi jalan raya yang teramat tak lengang. </span><br />
<br />
<span style="color: #274e13;"> </span><br />
<span style="color: #274e13;">Sesekali terdengar suara Om ku dari balik helmnya. Kadang tawanya ikut memecah deru siang yang makin bising. Om ku memang selalu tertawa. Aku pun tertawa. Namun aku tak merasa seperti sedang tertawa. Aku hanya merasa sibuk, dengan diriku sendiri, dengan pikiranku sendiri.</span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Sepanjang jalan yang meneriakkan bising, ada banyak wajah, ada banyak hati yang tengadah. Wajah-wajah di pinggir-pinggir atau tengah-tengah jalan itu, menyimpan kisahnya masing-masing. Jauh dalam hati-hati nya yang palung, ada banyak suara yang tak pernah mampu untuk didesaukan. Aku meringis, terik yang dilontarkan langit cukup mencubit-cubit kulit. Kubuyarkan semua pikiran itu. Lalu menamatkan mataku pada gerobak-gerobak para penjual makanan dan minuman, kedai-kedai kecil dan besar, beberapa pusat perbelanjaan yang tegap berusaha menggapai awan, trotoar juga pembatas jalan, dan apapun yang menghampar. Sambil sesekali berbincang dengan Om ku, dari balik helm, tak lupa dengan tawanya.</span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-2819225922254079062011-07-15T22:24:00.000+07:002011-07-15T22:24:40.169+07:00Bincang Malam yang Singkat<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13; font-size: large;">Tuhan, malam ini aku capek dan ngantuk sekali</span><span style="font-size: large;">. </span><span style="color: #274e13; font-size: large;">Pejamkanlah mataku. Jangan biarkan aku terjaga seperti malam-malam sebelumnya. Malam-malam panjang dimana aku mengejanya hingga pagi tiba. Aku ingin tidur, melumatkan semua yang terjadi dalam ketidaksadaranku. Setidaknya hanya untuk kali ini saja, biarkan aku lelap lalu melupakan semua peristiwa yang membuatku berteriak tanpa suara dan menciptakan hujanku sendiri. Aku benar-benar lelah. Kutitipkan segala lukaku pada-Mu. Bila Kau berkenan, hapuslah luka-luka itu seperti Kau menyuruh ombak untuk menghapus jejak-jejak kaki di pasir pantai. Bila tidak, tolong bendunglah semua air mataku, agar ia tak lagi membasahi malam-malam ini dan malam-malam nanti.</span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-72682446912024998022011-07-13T21:33:00.000+07:002011-07-13T21:33:38.292+07:00Tak Seperti Facebook<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Bila hidup ini seperti facebook, asik sekali bukan? Kau bebas menjadi siapa pun yang kau inginkan. Memasang foto yang kau anggap paling mendeskripsikan siapa dirimu sebenarnya, atau sebaliknya, dirimu dalam potret kepura-puraan. Kau bisa memilih siapa saja yang akan memasuki kehidupanmu dan mewarnai tiap inchi langkah nafasmu. Kau dapat mengabaikan permintaan pertemanan, me"remove" mereka yang tak lagi kau inginkan untuk turut mengalun bersama, bahkan memblokir mereka yang kau anggap mengganggu, tak penting atau alasan lainnya.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Kau pun tak harus selalu menjadi dirimu sendiri. Terkadang, hal itu terasa sedikit menghibur, untuk sejenak menjadi seseorang yang berbeda. Kau dapat bersembunyi di balik emoticon-emoticon yang ada. Selalu memberikan senyum dan tawa meski saat itu hatimu sedang dipenuhi karat. Begitupun sebaliknya, kau memberikan tangismu meski saat itu kau sedang tersenyum.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Bila hidup ini seperti facebook, namun sayang sekali, ternyata hidup tak demikian adanya. Kehidupan jauh lebih rumit. Dan yang terpenting, hidup yang sesungguhnya ada di sini, hari ini. Meski seringkali menyajikan potongan-potongan menu yang membuatmu sulit untuk menelannya.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Namun ada satu hal yang membuatku terkadang berharap bahwa hidup ini benar-benar seperti facebook, adalah pilihan untuk mendeaktivasinya. Kau hanya butuh passwordmu. Setelah itu kau dapat pergi dari semua orang yang selama ini menemani perjalanan, menggenggam erat tanganmu ketika kau hampir terjatuh, dan yang meramaikan tawa serta meredakan isakmu. Meski terkesan ada kepiluan di dalamnya, tapi kadang aku merasa lebih mengenal siapa diri ini sebenarnya, di saat jauh dari semua keramaian. Tak perlu lagi mengenal kepura-puraan yang tersembunyi di balik emoticon-emoticon, tak lagi ada kehilangan, tak ada kerinduan, tak ada kepergian juga kepulangan. Cukup dengan menjadi diri sendiri, dalam keheningan dan kediaman (yang kali ini kukatakan, aku mencintai mereka, keheningan dan kediaman itu). Ah ya, bila saja hidup ini seperti facebook. Tapi ternyata tidak. </span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-65730181311176067112011-07-12T17:49:00.002+07:002011-07-12T20:47:19.499+07:00Suatu Siang di Pusat Perbelanjaan<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Siang yang hampir pecah karena kepanasan, aku sendirian saja di rumah. Ditemani beragam pikiran dan perasaan yang meracau tak jelas, tiba-tiba aku terngiang sebuah novel yang beberapa minggu lalu kulihat di sebuah toko buku. Fisikku baru saja pulih. Namun segala hal yang makin rumit membuatku mengabaikannya. Aku memutuskan pergi ke toko buku tersebut, yang terletak di sebuah pusat perbelanjaan.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Ijin pergi sebenarnya tak kudapatkan, mengingat cuaca yang sangat berkeringat, dan aku belum terlalu kuat. Namun beberapa hal yang sedang terjadi mendorong langkah ini untuk tetap pergi, untuk sedikit saja mengalihkan perasaan-perasaan yang membuatku limbung.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Dengan menumpang angkutan kota, aku memilih duduk di depan, di sebelah supir. Aku memang suka duduk di depan. Selain karena sedikit mengalami kesulitan bila harus naik di bangku belakang, aku juga malas bergeser bila ada penumpang lain yang naik. Biasanya aku sibuk dengan handphone atau berbincang kecil dengan si supir. Namun hari itu, sepanjang perjalanan aku mengedarkan pandang ke sisi luar. Seperti mencari sesuatu, tapi aku pun tak tahu apa yang kucari. Kurangkai sendiri kesibukan dalam pikiran. Sedikit berharap agar semua yang telah mengendap dalam pikiranku sebelumnya, dapat terdepak ke luar. Hingga aku tak lagi merasakan nyeri yang ditimbulkannya.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Di pusat perbelanjaan, selalu digilas dengan keriuhan. Aku melihat-lihat tiap hal yang kulewati. Lagi-lagi, seperti mencari sesuatu, dan aku tak tahu apa yang sedang kucari. Kubelokkan saja langkahku langsung menuju toko buku, agar aku tak semakin larut dalam kebimbanganku sendiri.</span><br />
<br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Aku sempat bertemu dengan Om dan dua adik sepupuku di depan toko buku. Beliau mengajak serta untuk ikut bersama mereka, berkeliling pusat perbelanjaan tersebut. Dengan halus, kutolak ajakannya. Hari itu, aku hanya ingin sendirian saja. Hanya aku dan diriku. Dalam benakku, aku harus terbiasa melakukan apapun sendiri. Tak bergantung pada siapa pun, meski dengan segala keterbatasan yang kumiliki. Sulit memang, tapi aku akan belajar untuk itu. Karena ada kalanya mungkin suatu saat nanti aku akan benar-benar sendirian.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Kuhabiskan banyak waktu diantara buku-buku yang menghampar. Untuk sesaat aku melupakan apa yang sedang terjadi. Aku sangat menikmati saat-saat seperti itu. Membuatku merasa memiliki sebuah dunia yang bisa kupilih sendiri kisahnya. Dari sekian banyak waktu yang telah mengalur, memang hanya sebuah novel yang kubeli. Novel yang selalu terngiang olehku, mendeskripsikan tentang sebuah pencarian. Entah pencarian apa, mungkin pada akhirnya hanya akan melakukan pencarian ke dalam diri sendiri. Bagiku, ada jalan panjang dan berliku yang menjuntai dalam diri ini. Dan itu mesti ditapaki seluruhnya. Ya, seperti kakiku yang menapaki lantai pusat perbelanjaan itu. Setiap satu langkah yang tertinggal di belakang, akan sudah menjadi kenangan yang terserpih. Entah akan menjelma apa ia suatu hari nanti. Dan apakah di ujungnya, semua akan berakhir atau berulang, tapaki saja.</span></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">*****</span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">"Sebuah kisah besar dalam hidup seseorang kadang berawal dari satu titik kecil dalam kenangannya". -- Infinitum</span></span></div></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;"></span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-20016684022731222172011-07-10T00:26:00.000+07:002011-07-10T00:26:02.274+07:00Aku dan Langit<div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Duduk memandang langit</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Tak ada bulan</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Tak ada bintang</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Sesekali ada gemuruh kecil disana</span></span></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Kali ini aku diam saja </span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Biarkan langit yang menerka</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;"><span style="font-size: large;">Gemuruh apa yang sedang terjadi dalam dadaku.</span></span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-66937268218737487412011-07-08T14:27:00.003+07:002011-07-08T14:41:35.248+07:00Aku Pada Sebuah Siang yang Biasa-Biasa Saja, Mulai Melepas Satu per Satu Sebuah Arti Ketulusan<div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13; font-size: large;">Bila ini memang peran yang harus kulakoni, akan kuadegani ini dengan sebaik yang mampu kulakukan. Meski perih itu semakin terkais, mengumbai dalam fragmen yang tak kuketahui akan berakhir di perhentian sebelah mana. </span></div><div style="text-align: center;"></div><div style="color: #274e13; text-align: center;">*****</div><div style="color: #274e13; text-align: center;"></div><div style="color: #274e13; text-align: justify;">Terpaku aku di sebuah siang yang biasa-biasa saja. Kulihat di luar jendela, dedaunan masih dengan setia membelai angin yang sayup-sayup. Sepertinya mereka juga mencari tahu apa yang sedang berbicara lewat rintik di mataku. Seringkali diam-diam aku menganggap dedaunan, angin, suara kecipak air di akuarium adalah kawan-kawan setia yang menadahkan telapaknya hanya untuk menampung berbagai hal yang tak mampu kutuangkan. Kali ini, aku seperti tercampak ke suatu tempat yang limbung, terkungkung. </div><div style="color: #274e13; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #274e13; text-align: justify;">Aku berdiam bila aku memang tak ingin menyampaikan apapun. Kadang, sesungguhnya ada banyak hal yang ingin kusajikan di meja, agar semua yang ada dapat membacanya dengan jelas. Namun banyak hal yang akhirnya membuatku cukup menyimpannya saja, memeluknya lalu melontarkannya pada percakapan-percakapanku dengan-Nya. </div><div style="color: #274e13; text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: #274e13; text-align: justify;">Banyak yang terjadi dalam hidupku, yang akhirnya seringkali membuatku untuk tak menunjukkan siapa diriku yang sesungguhnya. Aku hanya mampu menjadi diriku sendiri, utuh, penuh, lewat aksara-aksara yang berguguran dari jemari ini. Tak ada yang bisa kusembunyikan bila aku sudah mulai menuliskan sesuatu. <span style="color: #274e13;">Pun banyak peristiwa yang mencetakku untuk mencari jawaban atas diriku sendiri. Dalam pencarian itu, kadang aku berkelit menjadi sosok yang ingin dijauhi, dibenci. Lalu kuciptakan skenarioku sendiri agar aku terlihat seperti sebuah pribadi yang keras dan tangguh. Kemudian aku menyadari itu hanya kamuflase untuk menutupi bahwa aku sebenarnya tak jauh berbeda dengan batang pohon yang sudah tua dan melapuk, ringkih. </span><br />
<br />
</div><div style="color: #274e13; text-align: justify;"></div><div style="color: #274e13; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Dan pada siang yang biasa ini, aku kembali mengurai bulir-bulir yang makin menderas di mataku. Bukan apa-apa, melainkan karena aku kehilangan sebuah keyakinan yang baru saja mulai kutapaki. Sulit bagiku melepas keyakinan itu, keyakinan pada sebuah ketulusan. Berkali-kali aku ingin menetapkan diri bahwa aku mampu, namun tak pernah berhasil. Hingga sampai pada suatu titik, dimana aku bisa mengalahkan keraguan itu. Kutapaki ia dengan tertatih. Sampai tiba-tiba ada yang mendorongku jatuh tersungkur. Mengeramkan luka yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Luka yang bagiku menjadi luka paling terluka yang pernah ada.</span><br />
<br />
</div><div style="color: #274e13; text-align: justify;"></div><div style="color: #274e13; text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Tuhan, bila memang aku harus menapaki mozaik-mozaik hidupku dengan cara seperti ini, sediakanlah ruang yang jauh lebih besar di hatiku. Untuk menyimpan semua luka yang ada, memeliharanya lalu menguntumkannya hingga berbuah manis dan ranum. Meski bukan aku kelak yang memetiknya. Dan sekali lagi, bila memang peran ini yang harus kulakoni, walaupun dengan kesakitan dan kepedihan, ajarkan aku untuk melakoni setiap sakit dan perih itu dengan sebaik-baiknya diriku. </span><br />
<br />
<span style="color: #274e13;">Cipayung, ini siang dengan segala hal yang membuatku merasa tercabik.</span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-10263422823462076842011-07-07T23:33:00.004+07:002011-07-08T14:54:04.038+07:00Hati Nurani<div class="fbChatMessage fsm" data-jsid="message" id="msg_579318023_undefined" style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Mungkin saat ini aku sedang berada di suatu perhentian yang antah berantah. Mencoba menguak sesuatu atau sekedar mencari jawaban atas pertanyaan-petanyaan yang gamang. Pada akhirnya aku harus selalu berhadapan dengan remang, abu-abu, tak pasti. Ya, memang tak semua pertanyaan memiliki jawaban yang konkret</span>. <span style="color: #274e13;">Terkadang sebuah pertanyaan pun harus diakhiri dengan pertanyaan yang lain. Demikian seterusnya hingga kita menyadari bahwa tak ada pertanyaan yang benar-benar terselesaikan.</span><br />
<br />
<span style="color: #274e13;">Kebisuan kembali menelanku. Lalu kugelar dialog yang sebetulnya hanya monolog dengan diri sendiri. Bagaimana aku bisa mendapatkan jawaban, sedangkan aku sendiri tak memiliki ketegasan tentang pertanyaan-pertanyaan apa yang sesungguhnya sedang kupelihara. Ah, banyak sekali yang beradu lari di benakku, mereka saling berkeliaran memperebutkan sesuatu yang entah.</span><br />
<span style="color: #274e13;"> </span><br />
<span style="color: #274e13;">Dari sekian banyak kalimat yang singgah lalu mendesirkan pemahaman-pemahamannya, aku berdiam pada sebuah pemaknaan yang sangat indah, bagiku. Dan ini kuperoleh dari seorang kawan yang jauh di Pulau Dewata sana. Kami berbincang singkat di selapis sore yang hampir mengkhatamkan dirinya sebagai senja. Senja yang anggun, digelintirkan oleh semilir rintik kecil-kecil. </span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Percakapan di sore itu kubuka dengan sebuah pertanyaan terbesar yang mengendap dalam diriku, "Bagaimana kita mengetahui bahwa apa yang kita lakukan saat ini telah sesuai dengan kehendak-Nya?". Kemudian mengalirlah gugusan alfabet yang membuatku sedikit tercenung lalu tenggelam ke dalamnya. Hanya hati nuranilah yang bisa mengetahui apa yang Tuhan kehendaki terhadap kita. Biarkan kehendakNya bekerja sepenuhnya, seutuhnya. Bila tiba masanya, pasti akan ada jalan untuk sampai pada tingkat itu. Tetap percaya bahwa kasih Tuhan selalu memberi yang terbaik.</span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Hati nurani. Hanya ia yang tahu bagaimana kebenaran sejati. Setiap hati, mengetahui tentang kebenaran tapi tidak kebenaran sejati. Hati nurani adalah inti dari roh kita. Ia adalah dzat langsung dari Tuhan. Banyak hal yang tak mampu dijangkau oleh otak, tapi hati nurani mampu menelusurinya. Namun terkadang banyak hal terjadi tak sesuai dengan keinginan kita, bahkan sangat bertolak belakang dari apa yang ingin kita raih. Tapi Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Disinilah kita perlu untuk membuka hati. Jangan lagi penuhi ia dengan keegoan dan keakuan diri kita. Ego yang kuat akan melemahkan hati. Hanya akan memperjauh keluasan jarak antara kita dengan-Nya. </span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Kawanku melanjutkan, kita di sini hanya sementara saja. Tubuh ini bukanlah identitas kita yang sebenarnya. Banyak kesalahan yang terjadi, lalui saja. Kita hanya manusia biasa yang banyak salah. Di sinilah kita berproses dalam hidup ini. Setiap orang berproses sesuai takaran yang sudah tentu diperhitungkan oleh Tuhan. Di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan. Seperti percakapan sore ini, adalah alur yang telah dirancang oleh sebuah kesempurnaan Maha Besar. Belajarlah untuk selalu tersenyum dengan hati. Meski saat ini kau merasa lemah, sadari bahwa Tuhan selalu mengasihi kita dengan caraNya. </span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">"Bahkan ketika kita berada dalam sebuah kesalahan besar, Tuhan masih memberikan kasihNya kah?" tanyaku. "Tentu", jawabnya. Adakalanya kita belajar sesuatu dengan berbuat kesalahan terlebih dahulu. Karena kita adalah makhluk yang tidak sempurna. Lewat hati nurani lah kita bisa menyadarinya. Bisa menyadari seberapa besar Tuhan mengasihi kita dan seberapa besar kita mengasihiNya. Dengan membaca belum berarti kita tahu. Tahu belum berarti kita sadar. Hanya dengan sadarlah kita bisa memahami semuanya dengan sedalam-dalamnya.</span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Betapa hebatnya hati nurani. Sesuatu yang tak kasat mata, namun disanalah semua berlabuh. Dan pada akhirnya nanti aku akan mengetahui bahwa setiap jawaban dari segala pertanyaan, tersimpan rapi dalam hati nurani. Bahkan aku tak perlu mencarinya hingga ke suatu tempat terdalam atau tertinggi sekalipun. Cukup dengan menyelami diri sendiri, sebab Tuhan ada disini.</span><br />
<br />
<span style="color: #274e13;">Cipayung, setelah percakapan kecil sore tadi dengan seorang kawan di Pulau Dewata. </span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-6704015786400218212011-07-07T10:54:00.000+07:002011-07-07T10:54:16.820+07:00Matamu Adalah Pagiku, Ibu<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13; font-size: x-large;">Adakah yang lebih pagi dari matamu, Ibu? Tempat dimana aku selalu ingin menerjunkan alamat terakhir yang mesti kutelusuri. Walau seringkali ada celah yang melingkungi,</span><span style="font-size: x-large;"> <span style="color: #274e13;">membuat kita terjatuh dalam ranah yang bernama konflik, tetap saja matamu adalah pagiku. Dan bila mata itu kelak terpejam, masihkah aku menjumpai pagi meski hanya sekelebat?</span></span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5360595303449921735.post-14664569225191179352011-07-06T08:40:00.002+07:002011-07-11T22:22:57.137+07:00Di Ujung Sebuah Perlintasan<div style="text-align: justify;"><span style="color: #274e13;">Masih di ujung jalan yang sama, aku mencoba menafsirkan sendiri perlintasan yang mengurai panjang di belakang. Satu per satu mulai berjatuhan, kemudian waktu memungutinya sehelai, lalu sehelai lagi. Aku berbaik hati dengan waktu, meski ujung jariku siap menetaskan dan meluapkan langsung segala hal yang ada. Lagi-lagi waktu mengajariku untuk tetap berdamai dengan ketergesaan. Sebab itulah akhirnya aku menerjunkan kediaman itu dalam telapak tangan yang menganga, menenggelamkannya pada doa-doa yang berbaris rapi dalam antriannya menuju langit. Seringkali luka menyusup diantaranya, mempermainkanku seperti desir angin yang berlarian di sela anak-anak rambut.</span><br />
<br />
<span style="color: #274e13;">Menjelang tengah malam guratan ini kutulis di selembar kertas. Di luar, cuaca semakin lembab dan basah. Ujung-ujung hujan meresonansikan aroma sebuah rahasia yang tak berirama. Rahasia tak berpintu. Lalu dari manakah kelak aku akan membukanya?</span><br />
<span style="color: #274e13;"> </span><br />
<span style="color: #274e13;">Seringkali ingin kuterobos saja kedamaian yang ada, ingin kucurangi sang waktu, sehingga aku tak perlu lagi berputar-putar, hanya untuk menemukan pintunya. Namun pada seseorang, telah kusepakati sebuah janji tak tertulis. Sebuah janji tertulus untuk tetap menyimpannya hingga saatnya tiba. Meski tak mampu kujangkau hatinya, aku tahu ia mengulurkannya untuk berjabatan erat dengan hatiku. Karena sebuah alasan yang tak kupahami, seseorang itu kubiarkan masuk menuju diriku sepenuhnya. Sesuatu yang tak terjemahkan, membuatku menggenggam penuh hatinya, lalu kusimpan dalam sebuah ruangan, bersama hati-hati lain yang kugenggam sebagai sahabat. </span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Bila nanti ada yang bertanya padaku, kupastikan aku tak pernah mempunyai jawabannya. Aku hanya tahu, ia adalah sahabatku saat ini dan nanti. Jika kau membaca tulisan ini, wahai wanita yang menyimpan rahasia serupa dengan rahasiaku, kau adalah sahabatku.</span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Hujan semakin memburu, berkejaran dengan detik-detik menuju tengah malam. Aku masih saja mendesau dalam lembar hari yang pekat. Mencoba untuk tetap mengalirkan diri di jalur yang sama seperti sebelumnya, meski aku tahu sepenuhnya bahwa semua tak lagi sama. Semua sangat berbeda.</span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Di ujung jalan ini, masih dengan sakit yang mengerang, akan ada jalan panjang yang mesti ditapaki. Seberapa pun jauhnya dan seberapa perih pun ia, kutelusuri saja. Akan ada saatnya dimana jalan itu akan berujung.</span><br />
<span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<div style="text-align: center;"><span style="color: #274e13;">*****<br />
</span></div><span style="color: #274e13;"><br />
</span><br />
<span style="color: #274e13;">Cipayung, pada malam yang berhujan.</span></div>Nilla Gustianhttp://www.blogger.com/profile/09943090880900746835noreply@blogger.com3